Ada temenku namanya Vanessa dia lagi demam Warm Bodies, atau lebih tepatnya dia lagi demam sama aktornya. Siapa yah namanya? Hmmm, hmmm.. Aha, Nicholas Hoult! Habis vampir Edward Cullen, sekarang dia sukanya sama zombi R.. Ckckck..
Sabtu, 23 Maret 2013
Rabu, 20 Maret 2013
Pulang
Rani hanya tersenyum bangga.
Terlihat dalam angannya, Stevan lelaki yang pernah dipacarinya. Selama dua tahun melempar senyum sendu.
Stevan berlalu begitu saja meninggalkan Yana di atas altar dengan sejuta tanda tanya di kepalanya.
Bahkan hingga saat ini dia terlalu khawatir untuk tahu apa alasan Stevan pergi. Ada yang mengatakan Stevan sudah punya kekasih baru. Ada yang bilang dia masih belum siap. Tak ada yang benar-benar tahu. Stevan tak punya keluarga .
Ia telah hidup sebatang kara sejak berusia 8 tahun. Bahkan teman-temannya hanya bisa menduga.
Semenjak hari itu Stevan hilang, tak meninggalkan jejak
Stevan tidak akan melalukan hal seperti ini kalau tidak mempunyai alasan yang sangat kuat. Yana mengenalnya betul.
Bapak memaki Yana yang dianggap ikut andil dalam kepergian Stevan ,bapak hanya bisa menyalahkan Yana bahkan menganggap Yana tidak bisa menjaga Stevan.
Yana meninggalkan rumah untuk menyembuhkan luka dan melupakan semua noda yang tercoreng dimuka dan keluarganya. Sakit rasanya mendengar bisik bisik para tetangga yang selalu lolos terdengar ditelinganya bahkan saat pendeta memberi ceramah di mimbar pun Yana tetap mendengar nama dia disebut orang disebelahnya.
Ada ketertarikan yang tidak disembunyikan dan membuat Yana muak.
Bukan tatapan kekurangajaran,hanya saja aku merasa jengah dan merasa seperti barang dagangan yang akan ditawar.
Yana membandingkan wajah Ferdy dengan Stevan yang mulai memudar.
Hari seperti ini terulang lagi. Hari yang pernah dia jalani beberapa tahun lalu dan diakhiri dengan rasa malu dan bekas dihati yang begitu mendalam.
Namun kali ini entah kenapa Yana begitu yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja. Meski banyak orang berkasak-kusuk dibelakang, Yana tetap tak peduli! Toh ini hidup nya Dia.
Ibu yang semenjak kejadian dulu menjadi murung sekarang kelihatan sangat bahagia.
Yana mengenang surat mbak Rani yang membuatnya kembali kerumah. Surat,iya mbak nya itu mengirim surat,bukan email atau sms ataupun bbm seperti biasanya.
Mbak Rani menjelaskan semuanya,semua yang terjadi bukan kesalahan bapak.
Mbak Rani mengerti bahwa dalam hati kecil Yana terselip kekecewaan kepada bapak,hanya saja Yana tidak ingin mengungkapkan.
Meskipun mbak Rani meminta Yana kembali karena ibu sakit dan bapak pun meminta Yana kembali.
Bapak memang melunak,tapi bapak masih tetaplah bapak yang otorier terhadap anaknya.
Yana tersenyum untuk kesekian kalinya dan memandang kecermin.
Yana tak pernah tahu mengapa Stevan meninggalkannya dialtar dan buat Yana biarlah itu terus menjadi sebuah rahasia yang tak usah dipecahkan.
Dikejauhan Yana melihat Ferdy menunggunya, menunggu dengan gagahnya, tidak tergoyahkan, tidak ada tanda tanda kegelisahan seperti Stevan dulu.
Perkenalan dengan Ferdy yang singkat membuat Yana belum mengenal Ferdy secara utuh. Hanya saja dia menyerah memberontak. Biarkan saja air mengalir seperti aliran sungai,Yana hanya mengikuti arus saja, biarkan sang waktu yang menentukan.
Mereka saling memandang. Ada sinar bahagia meledak diwajah semua orang.
Yana tersenyum begitu lebar. Perasaan hangat itu kembali merajai hatinya kini saat menatap ferdy. Hangat dan menenangkan. Namun ini semua bukan akhir dari perjalanan. Ini adalah awal dari segalanya. Awal dari kecupan mentari yang pernah tertahan di sudut pagi. Hidup memang penuh sejuta kejutan.
Yana bahkan tak pernah menyangka akan kembali lagi berdiri di hadapan altar mengucap janji sehidup semati dengan lelaki yang baru saja dikenalnya. Memang cinta saja tidak pernah cukup.
Kepercayaanlah yang membuat Yana berkata “iya” saat diajak menikah.
Menikah memang gampang, berumah tangga yang sulit. Dan Yana berharap disudut hatinya, Ferdy adalah pilihan yang tepat untuk membantunya menghadapi tiap kesulitan yang akan datang.
Minggu, 17 Maret 2013
Nyamuk Galau
Aku benciiiii jadi nyamuk, benci! Apa bedanya kami dengan Edward Cullen? Apa? Kenapa kami diperlakukan berbeda? Sedangkan kami hanya meminta sumbangan tidak lebih dari setetes dari darah mereka. Huff... Harusnya kaum manusia itu tidak perlu membenci kami dong! Okelah kami memang pembawa penyakit, tapi kalau mereka bisa menjaga lingkungan dan menjaga diri mereka tidak akan terkena penyakit yang kami bawa. Ishh.. Mereka bilang penyakit kami menular segala.
Aku nyamuk yang tak berdaya tapi aku tidak rela kalau mereka menyamaratakan dong. Tidak semua nyamuk itu pembawa penyakit. Kalau menuruti kata hatiku, aku pasti akan balas dendam. Untunglah akal sehatku menyadarkan, aku tidak mungkin balas dendam.
Dasar manusia tidak seperti yang mereka katakan. Katanya nereka suka berbagi? Katanya baik hati? Ih pembohong. Kami memang mencuri, tapi jangan salahkan kami dong, bernegosiasi pasti bukan jalan keluar. Melihat kami berkeliaran saja para manusia sudah gemas dan mengayunkan raket raksasa pembunuh. Apakah mereka akan membiarkan kami bicara?
Aku mencari keberuntungan, aku mendekati seorang anak gadis kecil yang sedang asik bermain. Mungkin dia tidak akan membunuhku, aku hanya ingin meminta setetes darah yang ada di lengan montoknya itu. Ah aku tidak jahat kan? Pertanyaan yang mungkin tidak akan ada yang menjawabnya karena aku sendirian bersama si gadis kecil itu.
Aku tersenyum saat menaruh monyongku, aroma manis darah segar telah tercium sebelum aku menancapkan jarum tajam. Aku menghitung sampai tiga dan mendengar jeritan gadis itu. Dasar cengeng, cuma begini saja menjerit. Aku menghisap dan menghisap sampai perutku menggelembung, tak sanggup terbang tinggi. Aku hanya terduduk dibantal sebelah anak itu, yang sudah asyik bermain lagi. Aku hanya ingin beristirahat menikmati kemenangan yang jarang teman-temanku alami.
Mungkin aku tertidur nyenyak hingga aku terkaget saat seseorang menarik bantal. Aku ingin terbang, tapi sayapku tak sanggup aku kepakkan. Aku menatap ngeri menyaksikan sesosok tangan raksasa mengayun kearahku. Aku menjerit tapi jeritanku hanya bisa terdengar ditelingaku sendiri. Aku hanya bisa meratap dan berdoa, semoga sahabat-sahabatku tidak mengikuti jejakku.
Jumat, 15 Maret 2013
Setelah Senja
“Siapa yang memberimu ijin untuk memotretku?” jawabnya dengan suara yang dibuat seperti marah namun terdengar sangat merdu dan indah.
“Tidak ada. Aku hanya ingin mengabadikan ciptaan Tuhan yang begitu indah.” aku tersenyum dan menatap matanya yang tidak bulat itu.
Ada gestur malu-malu dan salah tingkah dari bahasa tubuhnya. Sepertinya ia telah melupakan rasa marahnya.
Hampir saja aku tertawa terbahak-bahak jika saja aku tak mencuri lihat wajahnya yang berubah menjadi merah muda.
Sudah terlanjur, kalau aku pergi pun belum tentu akan menemukan orang baik yang bersedia membantuku. Dia masih tertawa dan membungkuk tapi suaranya tetap pecah. Aku ingin menimpuknya dengan barangku yang super berat ini andai dia tidak segera menghentikan tawanya. Dia menatapku lagi dan membuatku merona. Kutepuk pipiku dengan tangan dan membuat dia tersenyum lagi.
Dia tampak terkejut. Aku menahan senyum. “Aku terlihat jahat tidak?”
Ia menggelengkan kepalanya, sekali lagi kuncir rambutnya ikut bergoyang.
( Bukan ) Mimpi
Saya juga duet dengan Diediet. Ah, Diediet mengajak nulis horror. Bisa dibayangkan ketakutan saya pada saat itu, saya yang penakut dan tidak pernah tertarik untuk membaca cerita horror malah diajak menuliskannya. Tapi Diediet seperti memberikan tantangan kepada saya, saya iyakan saja, kapan lagi saya nulis horror kalau tidak sekarang. Hasilnya bisa anda baca di Pesta Untuk Rahmat.
Teman duet saya yang ke-3 adalah Pagita. Biarkan saya tertawa sebentar. Kalau mengingat proses penulisan Sepuluh Purnama ini mau tidak mau angan melayang. Disaat semangat sekali menulis, saya ditinggal begitu saja sama Pagita. Sedih, berfikir apa saya partner yang buruk? Hari berikutnya tulisan kami akhirnya selesai juga tapi Pagita menghilang kembali. Saya edit sebisanya dan saya kirim ke emailnya, bahkan saya pasrahkan ke Pagita terserah mau disertakan atau tidak ternyata ah malah masuk ke dalam salah satu buku kolaborasi. Senang *cubitcubit Pagita*.
Teman duet saya yang terakir Beni. Beni ini menjadi teman duet saya pertama yang cowok. Kesannya seru sama Beni. Ben katanya mau nulis duet lagi? Kapan? Aku nungguin loh.
Begitulah, meskipun even #AWeekofCollaboration ini hanya seminggu membuat saya tersenyum dan bahagia. Selain mimpi nama di cetak di buku saya mendapatkan beberapa teman, bahkan Indah menjadi sahabat baru. Di tunggu kiriman mas Jong Kook nya partnerku sayaaaaang.
Kamis, 14 Maret 2013
Cicik itu Aku
Sebutan cicik itu dilontarkan member Travel Troopers ,kalau aku tidak salah ingat adalah dokter Husni,iyaaa ! dokter yang sering jadi tokoh cerita fiksi hayal nan gila bikinanku itu. Waktu itu dokter Husni masih galak dan memanggil aku nomer pin. Dan mas Cull pun selalu memanggil begitu juga bahkan beberapa member pun ikut ikutan memanggil nomer pin. Nah pada suatu waktu lagi boming VN ( voice note ), tau dong suaraku itu kalau nyanyi semut saja sampai lari lari berhamburan,sakit telinga mereka,dan kalau sudah marah mereka main kroyok saja ga gentleman banget tuh semut,beraninya keroyokan.
Nah karena semua member,ah ga semua pokoknya sebagian besar member sudah mengirim VN jadilah diriku harus wajib membuat juga. Malu iya,maluuuu banget,aku tidak mengingat lagu satupun seperti mereka suara yang merdu. Achid,Chibi F,Dini,Emil,Mas Harry,Ojie,Antho ,Sony sura mereka bikin merinding.
Aku sayaaaaang kaliaaaan .
Selasa, 12 Maret 2013
Kenanganmu
“Kamu kenapa sayang aku?”
Aku dan kamu pernah saling cinta. Dulu. Walau tanpa ikrar dan kata-kata pengikat. Bahkan tanpa manisnya kalimat-kalimat yang kau ramu dan olah.
Kumainkan penjepit di rambutku yang sebahu. Dengan tergesa-gesa aku dan kamu melangkah. Bedesak-desakan diantara lautan manusia. Aku tidak melihat, tidak juga mendengar. Hanya kau seorang yang berada di hadapku. Aku terhenyak. Ini hanya khayalku semata, tentangmu.
Kau, seperti pelangi yang selalu menghiasi hati. Tahukah kau betapa aku ingin menemuimu kembali? Mendekatkan kembali jarak dan waktu yang kubuat dulu. Ingin sekali lagi menatap mata dan melihat senyummu kembali.