Rabu, 10 Oktober 2012

CINTA UNTUK SAHABAT


Sahabat, maafkan aku mencintainya,aku tidak bermaksud  merebut dia darimu. Dia yang kamu cintai,tapi apa daya aku juga sangat mencintai dan mendambanya.

Meskipun aku ingin berhenti mencintainya…
Aku sudah lelah menanti dan berharap, sudah cukup hatiku merana…
Kelak kamu akan menyadarinya,berkorban untuk orang yang di cintai sangatlah membahagiakan.

Ulfa dan Adhit adalah teman satu SMP ,tapi mereka berbeda kelas. Pertama Ulfa mengenal rasa suka kepada lawan jenis adalah ketika melihat Adhit bermain basket.Dengan wajah oriental yang khas terlihat cool dan terkesan cuek di usianya,dia terlihat berbeda dari semua teman-teman sebaya.  Dari situlah Ulfa mulai mengidolakannya,meskipun hanya dari jauh.
Menginjak tahun ajaran kedua,pesona Adhit semakin bersinar dan tidak hanya membuatnya makin terpesona,bahkan seluruh anak perempuan di SMP itu juga mengidolakannya.Menyadari hal itu,Ulfa hanya berani menyukainya di dalam hati.
Tanpa terasa waktu cepat berlalu.Hari-hari yang indah penuh perasaan terhadap Adhit harus berakhir. Tapi Ulfa tetap bersyukur di penghujung SMP nya,Ulfa bisa bertatap muka  dan bertegur sapa dengan Adhit.

***

Hari ini adalah hari pengumuman penerimaan siswa,ribuan siswa dari berbagai SMP memenuhi aula.Ulfa juga termasuk salah satu siswa yang ikut berdesak-desakan di depan papan pengumuman. Matanya berkeliaran menjelajahi kertas yang tertempel di papan tulis itu. Akhirnya ia menemukan namanya,Ulfa Eka Wulandari,  di antara ratusan nama seakan tercetak dengan hurup tebal. Ulfa berhasil masuk di SMA favorit di kotanya. Ulfa keluar dari kerumunan itu dengan senyum mengembang. Merasakan sinar matahari yang sangat terik,dan baru tersadar ternyata tenggorokannya kering. Diputuskan mencari kantin untuk membeli minuman. Sambil menikmati minuman dingin yang dipesannya,matanya mulai menjelajah melihat-lihat suasana kantin yang akan menjadi tempat makan siang atau nongkrongnya selama tiga tahun ke depan.
 Pada saat itulah ekor matanya menangkap sesosok anak laki laki memasuki kantin,dan ia sangat kaget,karena sosok itu adalah Adhitya Pratama atau Lee Hyun Jun nama Koreanya. Saat itu pikirannya langsung sibuk bertanya-tanya,benarkah itu Adhit?Kenapa dia ada di SMA ini,mungkinkah Adhit  enggak jadi sekolah ke Korea?Mungkinkah masa SMA selama tiga tahun akan dilalui bersama Adhit lagi? Banyak pertanyaan yang muncul memenuhi isi kepalanya,tapi Ulfa cuma diam dan hanya melihat kearahnya tanpa berani menegur.

*

Terlihat Adhit memesan minuman dan mulai mencari tempat duduk,pada saat itulah Adhit melihat Ulfa dan tersenyum. Ulfa tetap diam,terlalu shock untuk mencerna apa yang harus dilakukan,hingga ia mendengar suara kursi ditarik dan Adhit duduk di hadapannya. Akirnya Ulfa bisa menggerakkan bibirnya untuk tersenyum.
“Hai..”suara Adhit terdengar jelas di depannya.
“Hai…”dengan susah payah Ulfa menjawab .
“Wah, kita satu sekolah lagi dong!Tadi kulihat namamu juga ada di papan pengumuman.”
Ulfa hanya menjawab pertanyaan Adhit dengan anggukan.
“Fa, kamu ke sini sama siapa? Sendiri?”
Kembali Ulfa menjawab pertanyaan Adhit dengan anggukan.Mungkin Adhit heran dengan sikapnya yang hanya bisa mengangguk setiap dia bertanya.
Adhit tetap melanjutkan ocehannya,tapi Ulfa setengah tak sadar,angannya melayang entah kemana.. hingga didengar Adhit memanggil namanya.
“Fa …!Kamu melamun?”Ulfa sungguh malu,bisa-bisanya ia melamun di saat Adhit dihadapannya dan berbicara.
“Enggak kok,cuma lagi berpikir saja,”jawabnya tergagap,Ulfa heran kenapa ia selalu merasa grogi.
“Berpikir apa?”cecar Adhit.
“Kok bisa ya kita satu SMA tapi enggak saling tau?Padahal kemarin kita sering bersama.”Jawabnya dengan lancar.Ulfa melihat Adhit tersenyum dan hatinya langsung berbunga bunga tak menentu.
“Sengaja lagi…buat kejutan,” jawab Adhit dengan tersenyum misterius.
“Hah ?!Apanya yang sengaja?”Tanyanya penasaran.
“Sengaja enggak ngasih tau Ulfa kalau aku daftar di sini.”
“Oh…”jawabnya singkat dan merasa  istimewa.
Tiba tiba Adhit menerima panggilan telepon,dia asyik mengobrol dan Ulfa memperhatikan dengan seksama. Lama-lama ia merasa jenuh kerena Adhit masih asyik ngobrol meskipun kadang-kadang melemparkan senyum maut kepadanya. Ulfa mengedarkan pandangan kesegala penjuru,dilihatnya seorang gadis manis yang ceria sedang tertawa sambil memeluk mamanya. Mungkin dia seperti kami,bedanya dia bisa memeluk mamanya .Dia tertawa sambil menangis, Ulfa jadi ikut terharu teringat sama bundanya sendiri.
“Maaf Fa, tadi dari teman , lagi bahas dia yang mau pindah ke Korea.. Ulfanenggak marah kan dicueikin?”
Kenapa ia harus marah. Ia tidak mungkin bisa marah,dan untuk kesekian ratus kalinya Ulfa mengangguk mengiyakan ucapan Adhit.
“Sudah mau pulang?Kebetulan aku bawa motor, aku antarkan ya?” Tawar Adhit . Tanpa menunggu dua kali Ulfa langsung mengangguk.
“Kamu tuh pendiam sekali ya?Kita sudah kenal tiga tahun tapi kamu selalu hanya mengangguk ataupun menggeleng.Benar-benar pendiam.”Tiba tiba  Adhit bertanya dan menjawab pertanyaannya sendiri.
“Jangan mengangguk lagi!” Goda Adhit,dan Ulfa hanya bisa tersenyum malu karena memang akan mengangguk lagi.
Berboncengan dengan Adhit,mimpipun ia enggak berani apalagi berharap. Tapi hari ini dia menawarkan diri mengantarnya. Ah senang sekali hatinya,belum pernah sekalipun Ulfa berboncengan dengan cowok,ayahnya tidak termasuk dalam hitungan meskipun ayah seorang cowok juga.
Adhit membawa motornya dengan kecepatan tinggi,mungkin sudah terbiasa . Padahal dia belum punya SIM,atau kalaupun punya pasti hasil tembakan yang memalsukan umur. Ulfa takut sekali,ia mengetatkan pelukannya,entah apa yang Adhit pikirkan tapi yang jelas ia merasa nyaman.

Berboncengan dengan Adhit selalu jadi rutinitas hari-harinya kini,hubungan mereka  pun sudah mengalami  kemajuan yang sangat pesat. Hati Ulfa semakin berbunga bunga, ia merasa menjadi kekasihnya Adhit.Ayah pun tidak keberatan Ulfa diantar jemput Adhit,tapi sepertinya ayah curiga Ulfa mencintai Adhit, tapi ayah menyimpan saja kecurigaannya.Hanya  ayah berpesan,Ulfa belum boleh pacaran,karena masih terlalu kecil untuk menjalani hubungan cinta. Ayah hanya mengijinkan Adhit menjadi sahabatnya,dan Ulfa hanya mengiyakan. Baginya,sebagai sahabat ataupun kekasih sama saja, Adhit tetap penuh perhatian dan selalu menjadikan ia istimewa. Tapi takdir tidak ada yang bisa meramal, kan?

Sudah tiga  bulan mereka satu sekolah, dan Ulfa mempunyai sahabat baru,persahabatan yang terjalin karena sama sama mengalami ketidak adilan. Kenapa ia katakan begitu,karena mereka sama sama kena hukuman waktu masa orentasi,bertiga mereka membersihkan halaman sekolah yang luasnya minta ampun. Dan sahabatnya itu bernama Revia Puspita damayanti. Dia adalah gadis yang pernah  dilihatnya dulu. Dia gadis yang ceria,yang penuh semangat dan  penuh ide untuk membuat kegaduhan. Dia berbeda seratus delapan puluh derajat dibandingkan dengan Ulfa.Mereka bertiga selalu bersama.Kadang-kadang Rere menginap di rumah Ulfa dan sebaliknya,tidak jarang Ulfa yang menginap di rumah Rere,dan menganggap mama Rere sebagai pengganti bunda.

Tak terasa waktu cepat berlalu, satu tahun,dua tahun telah terlewati,dan sekarang liburan kenaikan kelas tiga. Mereka  semakin sibuk dengan kegiatan masing masing, Adhit pun semakin jarang main kerumah. TapiUlfa tidak pernah sedih,karena Adhit memang sibuk latihan basket dan belajar. Rere tak kalah sibuk,dia sibuk kursus ini dan itu. Hanya Ulfa yang tidak banyak kegiatan,ia hanya membantu ayah di rumah. Oh iya,Ulfa dan ayah hanya tinggal berdua,dan hari ini ia sangat kesepian,teringat bunda. Sedih yang tak bisa dilukiskan,airmatanya menetes membasahi pipi,tapi Ulfa ingat bunda tak ingin ia bersedih. Ulfa kuat,batinnya.

“Dhit ,kamu bisa kerumah enggak? Aku bosen dirumah sendiri,nih.Main kerumah Rere, yuk?”ajaknya sewaktu menelepon Adhit.
“Maaf Fa ,aku mau pergi sama Papa,ada acara. Kamu nonton tivi saja ya.Lagian Rere juga sibuk kok.”
“Ya sudah deh,bye bye Dhit.” Ulfa mengakhiri obrolannya dengan Adhit.
Karena bosen  di rumah sendirian,Ulfa memutuskan untuk jalan-jalan ke toko buku,mungkin ada teenlit baru yang bisa dibeli,kebetulan uang sakunya masih banyak. Tanpa banyak pertimbangan ia langsung pergi.
Wah bener… Nggak salah nih ke sini, banyak novel baru dan bagus-bagus. Ulfa berkeliling untuk memanjakan matanya. Sayang ia tidak bisa membeli semua buku baru,jadi diputuskan membeli yang benar benar ia suka .Pengarangnya benar-benar produktif,ini novel yang ke-tiga puluh tiga.
Matanya berkeliling mencari lagi,siapa tau ia menemukan novel yang lain.Tapi Ulfa langsung menajamkan mata, saat dilihatnya dua orang sedang bergandengan mesra.Ulfa sadar,ia enggak salah lihat,itu Adhit dan Rere. Hatinya sakit,kenapa rasa sesak di dada membuatnya membisu. Jadi selama ini…
Adhit dan Rere,kenapa mereka harus berbohong? Ulfa tak akan mengganggu mereka, ia akan pura-pura saja,tapi hatinya tidak bisa berpura pura,sakit sekali. Ulfa pulang dengan perasaan yang hancur.
Sesampainya di rumah Ulfa baru sadar,ia belum makan. Dibukanya lemari es dan sialnya di situ hanya ditemukan mi kemasan dan sebutir telur serta cabai satu bungkus. Ia bergerak tanpa sadar, dipotong-potong cabai itu hingga setengah mangkok,direbus mi yang sudah terlebih dulu diremas-remas sambil menangis dan ia masak menjadi mi goreng.
Ulfa makan sambil menatap layar tivi,entah acaranya apa ia enggak peduli. Tiba tiba hapenya bergetar,terlihat namaAdhit tertera di layar hape. Ia ingin membiarkan,tapi tak tega,diputuskan untuk mengangkatnya.
“Halo…ya Dhit,ada apa malam malam nelpon?”
“Cuma mau tanya,Ulfa masih bête di rumah? Sudah makan belum?”
“Sudah…”jawabnya pendek.
“Makan sama  apa tadi?”
“Makan mi patah hati!” Jawabnya cuek.
“Hahaha…kamu ini ada ada saja sih?”Adhit menertawakannya,mungkin dia tak percaya.
“Adhit enggak percaya ya?”
“Fa kenapa kamu?Kamu lagi nangis ya? Kenapa Fa ? Ada yang mengganggu?” Adhit bertanya ,andai ia tak melihat adegan tadi sore pasti hatinya akan kegirangan. Tapi sekarang mendengar  pertanyaan seperti itu,dalam hati kecilnya merasa muak.
 “Aku masak pake cabe  satu bungkus,dan sekarang pedas sekali,makanya aku bilang ini mi patah hati spesial,soalnya aku makannya sambil nangis,” dustanya, tidak ingin Adhit tau ia sedang patah hati melihat dia bersama Rere.
“Kamu ini kenapa?Sudah tau sakit maag tapi nekat menyiksa diri.Kalau kambuh lagi bagaimana?!”  Omel Adhit ,lagi lagi Ulfa hanya bisa menarik napas sedih.
“Enggakapa apa kok, aku kan enggak makan cabenya. Namanya juga kepingin,apalagi di rumah sendirian.Jadi ya iseng saja.Engga bakalan sakit deh,tenang saja enggak usah khawatir.”Bantahnya dengan emosi.
“Kenapa sih kamu ini bandel banget di bilangin. Kalau di kasih tau membantah  terus kerjaannya. Kalau ada yang jual obat penyembuh ‘bantahan’  kamu sudah aku belikan.” Adhit tambah sewot mendengar bantahan Ulfa.
“Ya sudah kamu makan sana,aku mau tidur capek banget.”
“Ya iya lah cepek,habis jalan jalan sama Rere .”Jawab Ulfa dalam hati.
“Faaa… kamu kenapa diam saja?”
“Eh kan kamu sudah bilang mau tutup ya sudah,tutup saja!”
“Kamu ini kesambet apa salah makan cabe? Kenapa judes banget,engga ada manis manisnya. Enggak seperti biasanya.”
“Bukankah memang aku enggak pernah manis? Dari dulu ya beginilah Ulfa.”
“Stop!!!. Aku enggak tau ada apa denganmu?!!Tapi besok aku akan ke rumah.”
“Enggak perlu,besok kan minggu,kamu pasti ada acara sama pacarmu,” jawabnya tanpa pikir panjang.“Enggak usah peduli sama aku lagi,aku enggak suka sama orang yang munafik,pura pura baik tapi hatinya busuk.”Ulfa semakin tak terkontrol.
Entah apa yang di pikirkan Adhit.Dia terdiam dan dengan marah menutup teleponnya.Hatinya sakit.Berakhir,sudah berakhir. Ia akan kehilangan sahabat untuk selamanya. Bukan hanya satu tapi dua sekaligus.
Ulfa menangis lagi,kali ini bukan karena pedasnya cabe,tapi hatinya benar benar sakit.
Persahabatannya benar benar hancur.Kenapa harus Rere??Kenapa dunia enggak adil??Rere sudah memiliki segalanya. “Aku benci Rere..!!!” teriaknya  dengan penuh emosi. “Aku benar benar benci sama dia!Aku sudah mencintai Adhit sejak lama, mencintai secara sembunyi-sembunyi bukanlah hal yang mudah kulakukan Tuhan,kenapa aku harus kehilangan Adhit?Apa salahku??"

***
Jam sembilan pagi motor Adhit memasuki halaman,Ulfa masih cuek tidak beranjak dari depan tivi. Ini tidak seperti biasanya,ia selalu menjemput Adhit di teras,dibiarkan  Adhit masuk dan memanggil namanya. Ulfa masih cuek,tapi ia kaget ,ternyata Adhit tidak sendiri, ada Rere bersamanya.Hatinya seperti diiris sembilu.
Tapi hanya Rere yang menghampirinya. Adhit langsung keluar lagi,terdengar suara motornya pergi.
“Fa .." Rere  memanggilnya lembut.
“Kata Adhit kamu sakit? Oh ya dia balik mau ambil molen titipan mamanya yang ketinggalan.” Rere menjelaskan pertanyaan Ulfa yang tak terucap.
Gila Adhit,masa di bilang Ulfa sakit sih,eh … sakit hati saja. "Fa, kenapa diam saja?”
“Oh aku enggak sakit kok Re, Adhit saja yang salah dengar.”
“Jangan sakit dong,kita sedih kalau kamu sakit. Oh ya tadi malam aku sama Adhit ke Gramedia lho,beli buku nih,aku juga bawain satu buat kamu.”
Ya Tuhan,Rere menyampaikan  berita itu dengan santai, seolah-olah sudah seharusnya. Padahal baginya itu badai dahsyat yang memporak-porandakan pertahanan jiwa dan hatinya.
“Fa, kenapa sih kamu dari tadi diam? Bener sakit deh kamu.“
“Sudah berapa bulan?"Tanya Ulfa tiba tiba.
Rere langsung terdiam,sepertinya dia tau arah pembicaraan ini.
“Maaf…”
“Aku cuma tanya sudah berapa bulan? Aku enggak butuh maaf kok.”
“Sudah enam bulan. Maaf Fa,aku bener-bener enggak bermaksud merebut Adhit dari kamu. Dari pertama ketemu aku sudah jatuh cinta sama dia,aku tidak berani menyatakan karena aku pikir dia cowok kamu. Tapi  aku enggak tahan menyimpan perasaan,aku ungkapkan semua nya,ternyata Adhit juga ada rasa sama aku.Aku minta maaf,aku tau kamu dan Adhit dekat…tapi ijinkan aku memiliki Adhit. Aku mohon, Fa.”
“Kamu sahabatku, tapi cinta tidak bisa dibagi,”lanjut Rere. “Dari pertama kita jadian aku sudah berniat memberitahumu,tapi Adhit melarang..dia tidak ingin persahabatan kita hancur,karena kamu merasa terabaikan.”
“Kamu masih seperti yang dulu kan Fa, sahabat kita?Aku tau,tidak seharusnya aku berbuat ini ke kamu,tapi percayalah, kalau kamu mencintai seseorang,pasti kamu akan melakukan hal yang sama seperti aku.”
Melihat kejujuran Rere,air mata Ulfa mengalir deras dan hatinya seperti mau meledak.Tapi ia hanya bisa mengangguk setuju. “Selamat ya…”hanya itu yang  sanggup ia ucapkan,kalau tidak mau suaranya pecah dalam tangis.
Setelah mendapat persetujuan Ulfa,Rere merasa lega dan anehnya langsung pamit pulang.Lebih aneh lagi Adhit enggak kembali ke rumahnya. Mungkin mereka langsung melanjutkan acaranya.
Ulfa merenung,kenapa ia harus berubah menjadi egois hanya karena cinta? Kenapa ia harus sedih,mereka bukannya sengaja berbohong,tapi mereka takut ia akan sedih. Ulfa memang sedih,tapi ia harus memilih,cinta atau persahabatan. Benar kata Rere,cinta tidak bisa dibagi,cinta mudah dicari,meskipun ia sendiri tidak yakin. Tapi sahabat yang saling peduli hanya mereka.Ulfa harus merelakan dan melupakan cintanya. Persabatan mengalahkan segalanya. Dengan keputusan yang diambil ia akan menyimpan cinta Adhit dilubuk hatinya yang paling dalam.

"Selamat tinggal cinta pertamaku, cinta yang belum mekar tapi tetap tumbuh indah untuk di kenang kelak."

***


2 komentar:

Anonim mengatakan...

eonn..next kalo bikin cerita pake namaku, musti hepi ending yak! :))

Anonim mengatakan...

bwahahahhaa...segitigaaaaa