Senin, 29 April 2013

Pelangi Jingga


Terkadang seseorang yang kita pilih untuk menjaga cinta, seringkali malah melemparkannya ke dalam jurang kehancuran, saat dia pergi.
.
Disini aku berdiri, terpaku ditepi tebing, menatap deburan ombak dibawah sana menghantam bebatuan karang. Pemandangan indah ini tak jua bisa membuatku sejenak melupakan beban yang dipangkukan di pundakku.Beban atas kenangan sosok Arin yang mencampakkan dan meninggalkanku didalam kelambu duka.

.
Seokor kupu-kupu terbang menari dan hinggap di lengkungan bunga rumput putih yang aku yakini sebagai penjelmaanmu.Seekor kupu-kupu yang terbang diantara hembusan angin, yang bisanyakurengkuhsebagai pengganti sukmamu.

Hembusan angin membelai wajahku dan suara angin seolah menggumamkan seribu lagu rindu.Pekikan burung laut bercampur dengan suara deburan ombak laksana harmoni yang mengiringi langkah-langkah riangmu. Sukmaku melayang dan kita menari bersama di dalam ruang jiwa yang hampa.
.
Arin adalah belahan jiwa dan permata hati yang membuat warna pelangi ada dimataku.Senyum manisnya membuatku menggeletar dalam asa yang tak berbatas.
Semua tentang Arin yang masih hangat dalam ingatanku,dan takkan lekang terkikis oleh masa. Cintaku akan tetap untuknya, takkan pernah kuberjanji untuk melupakan Arin.


Bayangan hidup tanpa Arin membuatku meneteskan air mata.
Deburan ombak di bawah sana masih bertalu-talu dan gigih menerjang batu karang. Batu karang yang perlahan terkikis dan hancur.Apakah aku akan seperti batu karang itu?

"Mas Harry..."

Seru seorang wanita yang sangat aku cintai.  Arin berlari menghampiri dan memeluk pinggangku mesra.Aku menyambutnya lembut dan melihat senyum jahilnya, aku semakin mempererat pelukanku.


" Mas,kenapa melamun?"katanya manja.

"Mas hanya ingin melukis keindahan alam ini sayang."
Gombalku yang selaluhanya membuat Arin tertawa terpingkal-pingkal.Hembusan napasnya menerpa lekukan leherku.

" Mas Harry puitis buanget deh."

" Lha iyo, aku yo mau ngelukis Rin. Ga percoyo tah mas mu iki iso?"

"Percaya sih, tapi aneh deh."

"Opone sing aneh?"

"Mas Harry yang aneh.Lha sejak kapan dirimu bisa ngelukis?"

" Oh,sejak mengenal cinta dan sayangmu Arin sayang."

“ Ha ha ha ha... Aku ga mempan rayuanmu mas, tapi makasih."

Arin kembali menyenderkan tubuhnya kedalam dadaku.Aku mengelus kepalanya dan dia mendongkak menatap wajahku.Sendu yang ku lihat saat itu.Memandang matanya aku seperti tersihir.

" Mas "

Hanya satu kata, satu kata namun aku memahami segala isi hati Arin.
Arin kembali menyandarkan tubuhnya di dadaku.Aku membelairambutnya dan dia mendongk menatap wajahku.Sendu yang ku lihat seolah menyihirku saat itu.

Perjalanan cinta ini sungguh berliku.Sebelum memutuskan untuk bersama, aku dan Arin adalah dua pribadi yang egois mempertahankan tradisi kami masing-masing.

Cinta kami bukanlah cinta yang rapuh.Sepuluh tahun kami menjalin persahabatan.Sepuluh tahun masa penantian dan kini aku bisa memeluk erat tubuh Arin dengan sepenuh jiwa.
" Mas, kenapa ngelamun terus?"

Aku tersenyum menanggapi protes Arin.

Hari-hari kami lalui dengan canda tawa danberbagai masalah yang dulu muncul karena keegoisan kami, seolah menguap tak berbekas atas nama kompromi. Tak sedetikpun aku bisa berpaling dari Arin. Tak sedetikpun dalam pikiranku untuk hidup berpisah .


Teringat saat Arin mengembalikan cintaku.Sebuah ruangan yang hanya ada aku, dia dan cinta.Cinta yang tercarut marut dengan luka.

 “ Kok isa kamu kayak gitu? Kamu sadar ga apa sing mbok omongin ini?”

.
Hanya air mata yang menjadi jawabanmu saat itu.

"Maaf mas, aku ga bisa menjaga cintamu lagi.Maaf jika cinta yang kau berikan harus ku kembalikan."

“Kamu itu ngomong apa? ga usah aneh-aneh Rin. Mas ga suka! Kita akan tetap bersama Rin.”sangkalku.

Arin menatap dan membelai pipiku dengan sayang.Air mataku jatuh tak terbendung lagi.Aku tahu berat baginya untuk meninggalkanku sendiri.Namun kenyataan membuat Arin harus menyerah dari takdir.Kupu-kupuku harus terbang ke awan, kelangit ke tujuh untuk menari bersama bidadari-bidadari.
.
Perlahan matanya menutup dan nafasnya dengan lembut terlepas dari raga.Jiwaku seakan ikut terbang bersamanya dan aku menjerit menyerukan namanya.

Lembayung warna senja berpendar di batas cakrawala.Hati yang kuberikan telah kau kembalikan. Secepat detik berdetak, aku ingin membekukan hatiku.

Minggu, 28 April 2013

Waktu


Ada banyak sisa gerimis yang enggan pergi dari bumi. Ada banyak hati yang masih mengharap adanya jawaban.
Andai jarak bisa kupersempit. Andai waktu pun bisa kuputar ke masa itu lagi. Akan ada banyak kata yang ingin kuucapkan.
Banyak kata yang sempat tak terucap. Hanya luka yang tergores terlalu dalam. Hati terasa pedih tak terperi. Hanya air mata sebagai pembasuh duka.
Setiap orang menemukan bahagianya sendiri. Bahagia yang begitu nyata. Sedang aku di sini bersama secangkir kopi bahkan masih mencari. Bahagia itu seperti tak pernah ada dalam hitungan takdirku.
Letih yang membuat hati begitu perih dan jiwa yang menjadi kering. Aku masih tetap mencari. Meski semua itu aku sadari hanya ada pada dirimu.
Cinta yang pernah aku titipkan dahulu seakan terselip di sudut hatimu. Tak terlihat olehmu atau pun terdengar di batinmu. Bagaimana aku membuat cinta itu membuatmu bahagia? Aku menatap wajahmu seolah hanya dirimu yang terpenting dalam hidupku. Luka yang tergores ini membuatku menjerit dalam duka. Ingin sekali aku menarikmu dan berlari dalam dekapmu. Mendekapmu erat diantara duka yang tersisa.
Secangkir kopi panas yang selalu kuhindari segera akan habis seperti waktu kebersamaan yang kita punya. Kemana pikiran kita ketika dua tahun tak pernah ada kata yang terucap? Kita mungkin begitu egois terhadap diri sendiri sehingga berpikir bahwa waktu akan terus menemani langkah kita. Nyatanya tidak.
Hembusan napasku mulai memburu. Kepalaku terasa berat saat harus menahan rasa sesal. Secangkir kopi ini membuatku merintih. Kita memang egois tak pernah menyadari waktu berlalu tanpa kata. Kita memang terlalu egois membiarkan waktu berlalu dalam kenyataan. Hatiku tak pernah sesakit ini. Aku tak pernah ingin berpaling dari dalamnya cintamu.
Melayang dan menghilang dalam angan saat tegukan kopi ini mengalir melewati rongga hatiku. Bayanganmu tersenyum dalam hembusan asa.
Aku belum menemukan jiwaku.
***
Tulisan Kolaborasi bersama Aini W.K

Kamis, 25 April 2013

Seuntai Tawa


Matheo - Daniel- Emili
Sebuah rumah yang dahulu selalu hangat dan terdengar tawa canda kini seolah berubah menjadi rumah yang dingin dan membeku. Hanya ada warna abu-abu . Jangankan tawa,senyumpun seolah ikut terbang hilang ditelan bumi. Kini hanya di huni kakak beradik yang memilih melupakan kesedihan dengan caranya sendir-sendiri.
Daniel memandang kakaknya yang sedang mondar mandir dengan wajah keruh. Tak ingin mengusik kakaknya yang sedang bermurka durja. Namun Daniel tak bisa berdiam diri juga.
"Semua salahmu bro. Jangan terlalu keras lah."
 Ucap Daniel dengan wajah yang datar. Matheo hanya bisa menghela napas.
"Bukan salahku. Adik kita saja yang tidak bisa di kasih tau. Semakin hari tingkahnya semakin gak jelas,ngeluyur terus. Dia itu cewek bro, ga bagus juga kalau tiap malam pulangnya ga ketahuan jamnya. Mabok  saja kerjaannya.”

" Tapi kasihan adik kita bro. mungkin dia Cuma mau seneng-seneng saja. Jangan terlalu mengekangnya. " Daniel masih berusaha membela adiknya. Adik semata wayang mereka.

Daniel selalu menjadi penengah antara kakak dan adiknya. Dua-duanya sungguh keras kepala. Andai orang tua mereka masih hidup tak mungkin dia sepusing ini.
Merindukan bertiga di ruang tamu saling berebut bantal , berebut buku dan berebut paha ayam yang Emili suka.
Tapi bayangan yang membuat mereka dulu saling mengejek kini menghilang. Matheo menjadi sosok kakak yang protektif dan keras. Emili menjadi adik pembangkang yang susah diatur . Dan dia,dia menjadi penengah yang tak pernah bisa memilih antara kakak atau adiknya. Kakak dan adiknya yang dulu selalu bersatu mengusilinya kini seperti dua kubu mahnet yang saling menolak. Setiap bertemu hanya ada adu mulut yang berakhir dengan bentakan dan tangisan Emili.

Memang dari dulu Daniel termasuk sosok pendiam dan acuh . Tak pernah seheboh adiknya ataupun seusil kakaknya. Bahkan dia sering dijadikah bahan usilan mereka berdua dan akhirnya hanya bisa menahan jengkel dan mengadukan ulahnya kepada sang mama. Yang hanya memberikan senyum dan kecupan dipipi. Daniel merasa tidak mampu membalas keusilan kakak dan adiknya. Namun sekarang Daniel ingin masa itu kembali lagi.

Daniel memandang kakaknya yang sudah sibuk didepan komputernya. Daniel selalu kagum dengan ketegasan kakaknya. Di usia yang terbilang masih muda dia harus memikul beban yang sungguh berat. Daniel tidak pernah bisa membantah kakaknya yang berubah bersifat keras. Daniel pun tak pernah berniat membantah kakaknya. Kakaknya yang terpaksa memasang topeng wajahnya untuk menutupi perasaannya yang sebenarnya. Namun Emeli , Emili lain. Sifat mereka sungguh mirip. Emili terlalu dimanja sama mama papa. Segala permintaannya selalu didapatkan dengan mudah. Apapun yang di mau tak perlu bersusah payah apalagi memeras keringat.  Bukan hanya Emili , mereka bertiga selalu dimanja oleh kedua orang tuanya. Namun kini kak Matheo yang harus menggantikan posisi orang tuanya. Kehilangan kedua orang tua dalam waktu yang bersamaan membuat mereka berubah.

Daniel membiarkan pikirannya melayang. Mereka bertiga dulu adalah anak manja yang hanya bisa berfoya foya menghabiskan uang orang tua mereka. Terutama dia dan kakaknya. Mereka  berdua  karuniai fisik yang sempurna hingga membuat para pria berdecak iri dan beberapa wanita tak segan terngaga ataupun melotot menatapnya .
Mereka bukanlah anak yang tidak berbakti,hanya kekayaan yang melimpah membuat mereka sedikit tak menghiraukan segala aturan yang ada. Namun orang tua mereka selalu mengajarkan berbagi.
“ Engga selamanya papa itu ada dan menjaga kalian,jadi kalian harus mandiri dan hidup saling membantu.” Pesan papanya yang membuat mereka bertiga nyengir karena keseriusan kata kata papanya.
Dengan sabar papa dan mamanya mendidik anak anak sebelum terlanjur menjadi seperti anak relasinya. Jangankan menghargai orang tua,mereka selalu membuat susah hidup orang tua mereka. Papanya tetap bersyukur karena anak anaknya saling menyayangi dan menghargai sesama.
Karena didikan papanya. Mereka bertiga tak pernah lupa pada sesama.Bahkan kakaknya menjadi orang tua angkat bagi anak anak yang tidak mampu.
 Kini kakaknya menjadi donatur tetap di sebuah yayasan yang megurusi anak anak leukumia. Daniel sering kagum dengan kakaknya itu. Di sela sela kesibukan kakaknya selalu meluangkan waktu untuk menjenguk dan mengajak adik adik yang kurang beruntung itu bermain. Menemani dan bahkan sang kakak itu tak segan meneteskan air mata saat salah satu adik kecil dipanggil sang Pencipta. Dibalik topeng kakaknya Daniel melihat hati tulus dan jiwa suci.
Daniel ingat cerita kakaknya tentang seorang anak yang terjebak dalam kamar mandi. Dengan wajah yang sulit ditebak Matheo menceritakan kronologis kejadiannya. Membuat semakin kagum dengan kepribadian kakaknya.

Daniel berlalu menuju dapur dan membuat semangkok indomie kesukaannya. Menunggu adiknya membuat cacing cacing diperutnya bernyanyi .
 "Bro,mau ga?" Yang hanya mendapatkan gelengan kepala dari kakaknya.

***
Matheo memandang jam tangannya,waktu telah menunjukkan angka satu dini hari. Belum ada tanda tanda kepulangan adiknya. Matheo menghela napas dan berulangkali menghubungi telepon sang adik. Jangankan dijawab,telponnya sendiri sudah tidak aktip. Berulang kali ia mengirim pesan melalui blackberry dan tak satupun terbaca . kemarahannya sudah diatas ubun ubun. Setengah hari ia melihat seorang anak yang meregang nyawa . Siangnya pun seolah olah seperti di Neraka. Badannya lelah,meeting dengan sang paman yang dengan sengaja memojokkan didepan para relasi membuat Matheo harus menahan segala emosinya dan harus memasang wajah yang tersenyum,seolah tak terusik dengan kelakuan sang paman. Matheo berdiri membelakangi meja dan membiarkan waktu berjalan .

Matheo menggelang. Heran melihat Daniel itu selalu mengonsumsi makanan cepat saji. Percuma melarang adiknya itu , karena hanya akan mendapatkan cibiran.
Kedua adiknya kadang membuatnya ingin menjerit frustasi. Matheo  selalu bersabar dan berusaha memahami adik-adiknya. Tapi sebagai pewaris kerajaan Fungjie yang kekayaannya mengalahkan kekayaan keluarga Tanoe itu ia harus menjadi tegas. Banyak yang memanfaatkan kebaikan orang tuanya untuk kepentingan yang tidak baik. Jadi tak ingin mengulang kejadian lalu dia harus berubah.
Sekarang  ia harus melawan pamannya yang haus kekuasan. Menampakkan ekspresi serius dan kejam menjadi pilihan Matheo sekarang. Hilang sifat usilnya dulu,hilang tersembunyi diruang yang telah terkunci. Tak mungkin ia menjadi pria yang lemah. Semua usaha papa nya akan berantakan kalau sampai sebagian besar saham jatuh ke tangan  pamannya.
“ Kalian itu harusnya tahu,aku lebih berhak dari pada kalian anak-anak manja. Lihat berapa lama kalian akan bertahan?” terngiang kata- kata pedas pamannya. Pamannya terang teranggan mengancam.
Matheo menceritakan kejadiannya kepada Daniel agar membantu memikirkan cara terbaik untuk bertahan. Namun selalu menjadi jalan buntu bagi Matheo. Karena Daniel tetaplah Daniel yang dengan tegas menolak.
“ Bro, aku malas harus berhubungan dengan mereka.” Selalu itu yang Daniel ungkapkan.
Matheo tak bisa mengandalkan adiknya yang labil dan masih senang dengan kehidupan bebasnya. Kehidupan bebas yang tak terikat dengan peraturan perusahaan. Meraka dulu sering berpetualang bersama dan tak pernah memikirkan masa depan. Daniel tak ingin terlibat dalam urusan kantor. Bahkan membantu pun tak pernah suka. Adiknya itu lebih memilih menekuni bisnisnya sendiri.
Belum lagi adik perempuannya yang selalu membuat jantungnya ingin meloncat. Selain keras kepala Emili selalu membuatnya naik darah.
Emili tanpa memberi kabar dan berita membuat Matheo kalang kabut. Uring uringan yang membuat Daniel mendesah. Matheo  ingin menjitak kepala adiknya itu sampai tersadar dan kembali menjadi seperti adiknya yang dulu,manja banyak tingkah namun selalu tertawa bahagia. 
 Emili yang semakin hari semakin membangkang dan melawannya. Matheo sadar , adiknya itu butuh kasih sayang dan ia sebagai kakak tertua belum bisa memenuhi, ia malah sibuk mempertahankan perusahaan. Namun ia juga tak tahan kalau Emili selalu seperti itu. Matheo hanya takut adiknya terjerumus kehidupan malam yang dulu sering ia tekuni.
 Namu mengandalkan Daniel untuk menjaga Emili pun sungguh sulit. Emili tidak akan pernah mendengar nasehat Daniel,karena Daniel yang akan kalah beradu mulut dengan Emili. Matheo memandang jam dan melihat Daniel mengunyah indomie tanpa rasa khawatir sedikitpun.
Bib bib blackberrynya menyala menandakan ada pesan masuk. Matheo membuka dan wajahnya tak sadar tersenyum.
“ Sudah tidur?”
“ Belum ,nunggu Emili pulang. Kok kamu belum tidur juga?”
“ Disini kan masih siang. Jangan sok lupa dong ^^ .”
“ Ha ha ha .. aku berenan lupa. Kamu betah kan disana?” Matheo masih melanjutkan obrolan dengan kekasihnya hingga suara pintu membuka. Buru-buru diakhiri obrolannya. Dan mendapatkan pesan untuk sabar menghadapi adiknya.


"Dari mana kamu dek?" Tanya Matheo dengan wajah datar saat melihat Emili masuk kedalam rumah dengan wajah kusut. Melihat wajah adiknya yang ketakutan membuat Matheo mendesah,kemarahannya pun luruh. Namun sebelum kemarahan reda,Emili dengan lancangnya memasang wajah cuek dan acuhnya. Bahkan memperlihatkan wajah capek dan dingin dihadapan kakaknya

"Jalan-jalan lah. Emang kak Theo, kerja terus. Lupa sama keluarga."

"Kamu dari mana! Lihat jam berapa sekarang?! " Bentaknya. Matheo  melihat Emili yang masih setengah teler. Adiknya itu rupanya habis mabuk mabukan lagi.

"Bandung , eh… dari mana ya aku tadi? Huek..Sudah deh,kak Theo kerja saja terus. Emili kan ga pernah ganggu kakak,jadi jangan ganggu Emili dong ! Lagian emangnya Emili lebih penting dari kerjaan kak Theo?"  suara Emili sudah mulai meracau.
“ Bandung? Jangan bohong kamu ! kamu habis minum dimana? “
“ Siapa yang minum ? aku cuma menikmati surga dunia seperti yang kakak berdua dulu sering lakukan”
Plak ! sebuah tamparan dengan kekuatan penuh telah mendarat dipipi mulus Emili. Bukan hanya Emili yang langsung terdiam dan mematung. Matheo pun membeku. Merasakan perih tangannya tak seberapa dibandingkan dengan pedih hatinya.

Emili melotot ,hilang sudah efek alkoholnya. Matanya melotot dan tangannya tanpa sadar mengusap pipinya yang kini semakin perih.
“ Puas! “ Emili meninggalkan Theo dengan sebuah dentingan pintu.

 “ Emili ! “

Theo terkejut bukan main. Emili membanting pintu di depan hidungnya. Emili memang gadis manja dan selalu mendapatkan keinginannya. Namun baru kali ini Emili bertingkah seperti itu. Sudah berapa kali Theo melihat Emili pulang mabuk dan menangis meraung raung. Bahkan tak terhitung pertengkaran yang melibatkan adu mulut . Tapi baru kali ini Emeli mabuk dan tak bisa mengndalikan diri..


Matheo pergi ke kamarnya. Hatinya sedih membayangkan adiknya menjadi gadis pembangkang. Bukan salah Emili kalau dia berubah. Bukan salah Emili kalau menjadi depresi dan melarikan diri dengan minum minuman keras. Dia terlalu kecil untuk menerima kepergian kedua orang tua mereka. Bahkan Theo pun sering menenggak minuman laknat itu andai tak ingin  kepalanya hancur berkeping keeping karena frustasi

"Bro"
 Matheo hanya tersenyum dan mengusir adiknya keluar. Ia  malas di kuliahi adiknya lagi. Daniel memang bisa menerima sikap Theo yang sekarang. Dan sepertinya hanya Daniel yang waras dan bisa menerima kepergian orang tuanya. Daniel jarang mengeluh dan membantahnya. Namun sering kali mereka beradu mulut kalau Theo dan Emeli berantem .
Theo memutar mp3 kesukaannya. Suara merdu beik ji young membuatnya tenang dan damai. Segala emosinya kini telah reda. Penyesalan telah membentak dan menampar adiknya pun menggelanyut. Tak pernah dalam dirinya menjadi pria kasar seperti itu. Theo memandang foto keluarga mereka dan hatinya bersedih. Hatinya seperti tertikam belati. Emili ke Bandung sendiri tanpa mengajaknya dan Daniel. Seandainya benar adiknya ke Bandung dan pulang mabuk seperti itu Theo merasa gagal menjadi kakak yang baik.
“ Maafkan Matheo ya Allah seandainya selama ini hamba berbuat yang tidak terpuji. Maafkan Theo ma,pa kalau selama ini menjadi anak yang tidak pernah bisa menjadi seperti keinginan kalian. Matheo janji akan menjaga adik ber dua, Matheo janji akan lebih memperhatikan Emili.”
Matheo merasa seperabat umurnya telah ia sia siakan dengan hal yang tak layak.
Bandung?
Bandung adalah  tempat makam kedua orang tua mereka. Theo tak ingin ke Bandung bukan karena sibuk,hanya saja setiap mengunjungi makam orang tuanya ,Emili akan mengunci diri di kamar. Ia tak ingin melihat adiknya selalu mengurung diri dikamar. Theo merindukan sikap Emeli yang penuh tipu muslihat untuk mengerjain siapapun. Daniel selalu menjadi korban keusilannya. Pembantu rumah tanggapun tak pernah luput. Theo sangat mencintai adik perempuannya itu. Apalagi mamanya dulu sempat dengan susah payah untuk menghadirkan Emili.

"Emili,buka pintunya. Kakak pingin bicara."
"Engga mau ! " terdengar teriakan Emili yang membahana.
Theo melotot ke arah Daniel yang kini seperti menghakiminya.
Heran sama pola pikir Daniel,tak pernah sekalipun ribut dengan Emili.
“ Emili kakak minta maaf. Buka pintunya dulu !”  Theo bersender di daun pintu kamar Emili.
"Janji,kakak ga marah deh. Asal Emili ga sering keluar malam terus. Lagian ga asik keluar tanpa kakak berdua. Ga seru menghabiskan satu botol minuman itu sendiri lo" Ucapnya masih sambil mengetuk pintu. Bagaimanapun jika ingin mabuk mabukan sekalian ia yang menemani.
"Emili ga minum sendiri , Emili banyak teman yang lebih peduli !" Teriaknya tetap dengan suara menggelegar.
"Kak Theo selalu sibuk kerja . kak Daniel sibuk dengan urusannya sendiri. Emili cuma butuh teman, tapi kalian berdua seolah olah anggap Emili anak kecil yang cuma bisa main boneka Barbie .” Hati Matheo seperti ditikam sebilah pisau mendengar suara Emili yang serat duka.
 “ Urusi tuh kerjaan,ga usah ngurusi Emili.”

Melihat Daniel sibuk di dapur menyiapkan sarapan  tanpa ditungguin Emili membuat Matheo menyadari. Adiknya masih marah.beradu mulut memang sering mereka lakukan,namun sebuah tamparan pasti melukai hati adiknya. Ia tak bisa begitu saja menyalahkan Emeli karena ia pun ikut andil. Matheo melangkah menuju kamarnya Emili .

Matheo tersenyum,berapa kali adegan ini dulu dia lakukan kalau Emeli mengambek. Dia akan berdiri dipintu , merayu sampai Emili keluar kamar . Hatinya hangat mengingat saat menggoda adiknya yang manja dan keras kepala. Meskipun ngambek kalau di sodori makanan dia akan melupakan kemarahannya.
Matheo mengetuk pintu beberapa kali.  Badannya ia senderkan .
“ Emili… kak Daniel buat pancake kesukaanmu lo, kalau engga cepet keluar entar ka Theo habisin loh.”
Kerinduan akan suasana yang dulu selalu membuat mereka berlari dan saling berebut  membuat Theo melamun dan terhuyung ,terjelembab saat pintu tiba tiba terbuka.

"Ha ha ha ... Kak Theo ngapain." Emili tak bisa menahan tawa.  Bahkan Daniel pun ikut ikutan berlari mendengar suara gedebuk dan suara tawa yang membahana ..

Semua kemarahan menguap dengan sebuah tawa. Theo berdiri dan memeluk adiknya erat. "Maafin kak Theo ,jangan marah lagi. Dan jangan bikin kakak khawatir lagi." Matheo mengelus pipi adiknya,bekas tamparannya memang tak terlihat lagi. Namun bayang-bayang tangan yang melayang selalu lekat dipelupuk matanya.
“ Kita harus kuat,mama papa sedih kalau kita berantem. Ga mau kan mama papa sedih?”
Theo merasakan anggukan kepala Emili.  Sudah tak ada tangis dan sikap pembangkang. Seperti mendapatkan adiknya kembali yang dulu. Ia pun melambai ke arah Daniel yang menyaksikan adegan itu dengan senyum bahagia.
Daneil tersenyum dan melangkah menjauh. Sepertinya pelangi dalam rumah kini akan berwarna lagi. 


Selasa, 23 April 2013

Rahasia Kita


Sudah sebulan ini Sheila tak bisa mengalihkan perhatiannya dari dunia maya. Setiap setiap sepuluh menit sekali dia mengecek lini masa dan tab mention di twitter, notifikasi di facebook, dan berbagai aplikasi virtual di smartphone nya. Jika sinyal nya gangguan, ia menjadi uring-uringan sendiri.
Ini semua karena sebuah sosok yang hadir membayanginya. Sesosok lelaki yang dijumpainya di dunia maya itu telah berhasil meraih Sheila dari dunia nyatanya belakangan ini.
“Sheilaaaa” Teriak fika yang melihat Sheila terbengong di depan mesin kopi.
Kamu ya pagi pagi sudah melamun saja? Ceria dong kaya aku gini. Eh tahu engga semalam aku habis kencan loh.” Ucap Fika yang nyerocos membuat Sheila mendengus geli.
“Betewe… Bagaimana kabar mister misteriusmu itu? Jangan bilang kamu bengong gara gara dia lagi ya. Sebenarnya dia siapa sih La? Kok kamu ga mau kenalin ke aku? Fotonya kek.”
Fika memang selalu banyak bicara, tak peduli raut wajah Sheila yang menjadi sedikit murung.
Sheila mendengus dan menatap Fika lama.
“Huh, seharian kemarin dia gak muncul-muncul Fik. Entah dia kemana. Aku tiba-tiba khawatir sama dia. Takut dia kenapa-napa”
“Ciyeee… yang lagi jatuh cinta” ujar Fika sambil mencolek dagu Sheila.
“Fik, aku serius”
“Lagi sibuk kali dianya. Sabar aja nape? Nanti juga di hubungi”
 Sheila menggangguk pelan. Namun hatinya tidak begitu saja setuju. Dia rindu sapaan lelaki yang belum pernah dia tatap matanya itu. Rindu candaan paginya. Akh andai saja menepikan rasa semudah membuang sisa kopi dari cangkir.
“Kencan sama siapa kali ini Fik? Sama dia yang itu ya?”
 “Ha ha ha dia yang aku cinta dong. Siapa lagi yang bisa membuatku melupakan segala beban hidup ini kalau bukan dia.”
Fika tak ada bedanya dengan Sheila, mencintai seorang pria yang dijumpainya di dunia maya.
Angannya melayang beberapa bulan lalu. Saat sebuah sapaan di faceboknya. Semua berawal dari sebuah koment konyol yang dia lontarkan. Ingin rasanya Fika kembali ke masa dimana semua belum terjadi. Dimana ia antusias bercerita pada sahabat-sahabatnya tentang sang lelaki pujaan. Semua kini menyakitkan bagi Fika. Hanya saja dia tak ingin Sheila mengetahui kisah yang sebenarnya. Kisah yang Fika tutup rapat hingga Sheila pun tak pernah memikirkan kemungkinan yang terjadi . Sheila sedang jatuh cinta yang membuat Fika tak ingin merusaknya dengan cerita sedihnya.
“Kamu juga sama Fik, gak pernah ngenalin ke aku”
Nanti, kalau sudah tepat waktunya akan aku kenalkan La. Aku janji.”
* * *
Sheila tak bisa berhenti melengkungkan senyumnya pagi ini. Akhirnya sang pembuat senyum yang menghilang seharian kemarin kembali muncul menyapanya.
 “Kamu kemana aja sih seharian kemarin? Gak ada kabarnya :( “
Sorry ya nona cantik. Kemaren ada kerjaan di daerah yang sulit sinyal. Lagian berangkatnya pagi banget, jadi gak sempat ngabarin kamu! Kamu khawatir ya?”
“Idih, nyebelin tau nda sih! Arrghh
“Hehe.. maaf *cubit pipi* udah-udah. Gak bakal terulang lagi”

“Janji?”
“Iya manisku. Off sekarang ya.. kan kita mau berangkat kerja. Good luck untuk hari ini nona cantik”
“Iya kamu juga ya”
  Sheila menutup laptopnya. Semangatnya semakin bergejolak untuk memulai hari ini.
***
Siang menjelang, Sheila yang harinya kembali cerah tak melupakan sahabatnya.
” Fik, makan yuk?” Ajaknya yang hanya mendapat gelengan kepala Fika.
“Woi… Ayolah,aku sudah lapar.”
Aduh Sheila,kamu duluan deh. Aku masih malas makan.”
 Fika tidak semangat lagi. Bukan karena tidak lapar hanya dia merasa tertikam hatinya. Sheila telah mendapatkan kabar si mister misterius. Tak perlu dari terucap dari bibir Sheila, karena dari raut mukanya pun telah terbaca. Fika menatap layar komputernya dan mengerjapkan mata.
” Aku harus fokus.
Fika lelah,lelah batinnya. Dia harus selalu memasang wajah cerianya. Selalu membohongi Sheilaa dan yang lebih parah dia membohongi dirinya sendiri.
“Kenapa aku masih mencintai dia?” Fika selalu bertanya dalam hati. Sebelum Sheila mulai aksi ributnya Fika berdiri. Menyusul Sheila yang sudah menunggunya di pintu keluar menuju kantin. Fika menyiapkan batin untuk mendengarkan suasana hati Sheila yang sedang berbunga- bunga.
Sheila menghabiskan makanan lahap sambil antusias bercerita pada Fika tentang sang pujaannya. Fika berpura-pura menaruh perhatian seutuhnya dengan menatap lurus ke wajah Sheila sambil sesekali melempar senyuman. Padahal dalam pikirannya ia melanglang buana ke dalam kenangan yang belum pernah bisa di kuburnya.
***
“Maafkan aku Fika. Buatku ini sebuah permainan untuk kesenangan. Buatku kita hanyalah sebuah khayalan yang ku selami untuk sekedar penghilang kejenuhan. Aku tidak pernah berpikir kau menganggap semua ini adalah nyata. Maafkan aku Fika. Ada kehidupan nyata yang menantiku. Kembalilah ke dunia nyata dan berhentilah menantiku yang maya ini
Fika sekejap mematung membaca pesan masuk di facebooknya. Selang beberapa menit kemudian ada butiran hangat menyapu pipinya lalu kemudian butiran itu tumpah ruah menjadi deras sekali.
Perasaannya patah berserakan dan semenjak hari itu pula dia belum bisa memulihkan hatinya kembali dan terus menerus hidup dalam kebohongan bahwa pria pujaannya itu akan kembali. Ia menanti sesuatu yang sudah pasti tak akan datang lagi.
***
Shiela kini selalu tersenyum dan tertawa dimanapun berada. Pujaan hatinya setiap hari memberi kabar dan menjanjikan secepatnya untuk menemuinya.
“Fika…” Bisik Sheila dengan wajah berseri seri.
“Ah,aku seneng banget deh. Jadi bukan hanya kamu yang setiap malam bisa kencan. Ha ha ha, pasti seru ya kalau kamu mengenalkan dia yang tak boleh kamu sebut namanya juga akhirnya muncul.
” Fika menahan napas. Sheila tak pernah menyebut nama sesorang itu.
“Ha ha ha… Kamu saja lah Shel,aku masih belum rela kalau kamu nanti jatuh cinta sama dia.” Sheila mencibir.
 ”Pasti akan kukenalkan ketika dia sudah datang kemari! Pasti!” Sheila menimpali
“Apakah dia akan mengunjungimu La?”
“Rencananya minggu depan. Well, banyak yang harus kupersiapkan sepertinya”
“Itu sudah pasti?”

“Ya iyalah Fika sayang!” Ujar Sheila sambil mencubit lengan temannya itu.
“Udah ah, aku masih banyak kerjaan yang harus dirampungkan .”
  Sheila kemudian berlalu meninggalkan Fika dengan sejuta kecemasan dikepalanya. Fika cemas temannya itu akan mengalami hal seperti yang ia alami.
Fika hanya takut rasa sakit yang dia alami menimpa sahabat baiknya itu. Namun pikiran itu Fika tepiskan karena Si misterius pujaan hati Sheila menjanjikan pertemuan. Menjanjikan sesuatu yang pasti yang tak pernah Fika dapatkan.
Fika langsung terbayang lelaki yang dicintainya. Fika merasa bodoh telah menyianyiakan waktu untuk menunggu dan menunggu Dia mengatakan cinta, menunggu dia datang menjenguk. Fika lelah melangkah. Lelah menunggu namun Ia tak mampu berpaling. Berpaling dari sosok Dia yang begitu menorehkan bekas di hati.
***
Sebuah pesan masuk ke hapenya. Bukan hanya facebok yang menjadi alat komunikasinya dengan si Dia. Pesan singkat yang membuatnya membeku seketika. Ia terdiam dan memandang kosong. Hatinya serasa dihujam batu dengan kerasnya.
“Fika apakah kamu sedang di kotamu? Aku sebentar lagi akan ke sana. Boleh kah kita bertemu sesaat? Semoga secangkir kopi dari kafe kegemaranmu dapat membuat warna bianglala di mataku sempurna”
“Balas, tidak, balas, tidak, balas, tidak!”
Begitulah ujar Fika berulang-ulang sambil memainkan kancing di bajunya. Bagaimana tidak bimbang? Seseorang yang telah lama dinantinya kini datang kembali. Walau ketika berpisah ada kepahitan dalam yang ditinggalkan namun sungguh Fika tak pernah benar-benar membencinya.
Sudah satu jam Fika berjalan mondar-mandir. Sesekali dia menatap hapenya yang di letakan begitu saja di atas laptopnya. Udara malam terasa semakin menusuk dan itu lebih membuat Fika semakin lambat memutuskan.
Namun Fika tak ingin menjadi seorang pengecut. Penantiannya yang membuatnya selalu murung kala sendiri harus segera diakhiri. Sebait balasan telah dikirimkan dan Fika harus melangkah. Ingin menyeret Sheila untuk menemaninya, untuk mencegah kemungkinan buruk yang terjai. Namun akhirnya ia memutuskan pergi sendiri dan tak ingin mengganggu kesibukan sahabatnya.
***
Seorang pria berkacamata telah duduk menempati meja di pojok ruangan. Wajahnya menunduk membaca sebuah buku. Ia yang selama ini hanya Fika amati gerak-geriknya lewat dunia virtual kini beberapa langkah saja bisa disapa dalam alam nyata. Keragu-raguan telah menghinggapi perasaannya lagi. Pria itulah yang selama ini membuatnya jatuh cinta . Pria itulah yang membuatnya menangis dikala malam dan yang membuatnya harus bersandiwara dihadapan sahabat baiknya.
Fika menarik napasnya dalam-dalam lalu kemudian memantapkan hatinya untuk menemui lelaki yang sering sekali dia stalking aktivitas dunia mayanya. Dia memeriksa sekali lagi dandananya pada cermin kecil yang selalu ia bawa lalu merapikan kemeja abu-abu bergarisnya.
Fika tersenyum puas akan penampilannya kali ini. Ia tak terpikir lagi apa yang lelaki itu akan sampaikan, pokoknya ketemu dan ngobrol itu sudah lebih dari cukup. Ketika ia hendak berjalan mendekati meja dipojok ruangan itu, pandangannya menangkap bayangan yang sangat akrab dengannya, Sheila.
“Untuk apa ia ada disini?” Batin Fika.
Fika terpaksa menahan langkahnya lalu mulai mengikuti gerak-gerik Sheila. Temannya tampak begitu sumringah dengan terusan biru muda selutut berjalan anggun sambil menyapukan matanya ke seantero kafe. Ia sangat cantik, cantik sekali.
Sheila tiba-tiba tersenyum lebar sambil melambaikan tangan pada seseorang yang entah dimana. Ia berjalan cepat menghampiri sesosok lelaki yang ada di meja paling pojok diruangan ini. Lelaki berbaju merah yang sedari tadi ingin Fika hampiri.
Fika terpaku dan membeku. Hatinya yang mulai berbunga seketika layu. Tak pernah sekalipun Fika menyangka Dia yang selama ini dicintai sepenuh jiwa adalah si mister misterius Sheila. Fika tidak pernah menyesali perkenalan dengan Dia,tidak pernah menyesali mengapa dia pernah mencintai pria itu begitu dalam. Hanya Fika menyesali segala kebodohannya. Siapa yang harus disalahkan? Siapa? Siapa yang pantas Fika benci? Hanya hatinya kini membeku dan tak tahu akan dibawa kemana hati yang telah mengeras itu. Fika memandang Sheila dan Dia dengan pandangan buram. Sebait pesan telah terkirim.
“Maaf,aku tak bisa menemuimu di alam nyata. Biarlah bianglala itu tetap ada di alam maya. Semoga kamu tidak pernah menyesali kisah kita.”

Tulisan Kolaborasi dengan Aini W.K