Selasa, 23 April 2013

Rahasia Kita


Sudah sebulan ini Sheila tak bisa mengalihkan perhatiannya dari dunia maya. Setiap setiap sepuluh menit sekali dia mengecek lini masa dan tab mention di twitter, notifikasi di facebook, dan berbagai aplikasi virtual di smartphone nya. Jika sinyal nya gangguan, ia menjadi uring-uringan sendiri.
Ini semua karena sebuah sosok yang hadir membayanginya. Sesosok lelaki yang dijumpainya di dunia maya itu telah berhasil meraih Sheila dari dunia nyatanya belakangan ini.
“Sheilaaaa” Teriak fika yang melihat Sheila terbengong di depan mesin kopi.
Kamu ya pagi pagi sudah melamun saja? Ceria dong kaya aku gini. Eh tahu engga semalam aku habis kencan loh.” Ucap Fika yang nyerocos membuat Sheila mendengus geli.
“Betewe… Bagaimana kabar mister misteriusmu itu? Jangan bilang kamu bengong gara gara dia lagi ya. Sebenarnya dia siapa sih La? Kok kamu ga mau kenalin ke aku? Fotonya kek.”
Fika memang selalu banyak bicara, tak peduli raut wajah Sheila yang menjadi sedikit murung.
Sheila mendengus dan menatap Fika lama.
“Huh, seharian kemarin dia gak muncul-muncul Fik. Entah dia kemana. Aku tiba-tiba khawatir sama dia. Takut dia kenapa-napa”
“Ciyeee… yang lagi jatuh cinta” ujar Fika sambil mencolek dagu Sheila.
“Fik, aku serius”
“Lagi sibuk kali dianya. Sabar aja nape? Nanti juga di hubungi”
 Sheila menggangguk pelan. Namun hatinya tidak begitu saja setuju. Dia rindu sapaan lelaki yang belum pernah dia tatap matanya itu. Rindu candaan paginya. Akh andai saja menepikan rasa semudah membuang sisa kopi dari cangkir.
“Kencan sama siapa kali ini Fik? Sama dia yang itu ya?”
 “Ha ha ha dia yang aku cinta dong. Siapa lagi yang bisa membuatku melupakan segala beban hidup ini kalau bukan dia.”
Fika tak ada bedanya dengan Sheila, mencintai seorang pria yang dijumpainya di dunia maya.
Angannya melayang beberapa bulan lalu. Saat sebuah sapaan di faceboknya. Semua berawal dari sebuah koment konyol yang dia lontarkan. Ingin rasanya Fika kembali ke masa dimana semua belum terjadi. Dimana ia antusias bercerita pada sahabat-sahabatnya tentang sang lelaki pujaan. Semua kini menyakitkan bagi Fika. Hanya saja dia tak ingin Sheila mengetahui kisah yang sebenarnya. Kisah yang Fika tutup rapat hingga Sheila pun tak pernah memikirkan kemungkinan yang terjadi . Sheila sedang jatuh cinta yang membuat Fika tak ingin merusaknya dengan cerita sedihnya.
“Kamu juga sama Fik, gak pernah ngenalin ke aku”
Nanti, kalau sudah tepat waktunya akan aku kenalkan La. Aku janji.”
* * *
Sheila tak bisa berhenti melengkungkan senyumnya pagi ini. Akhirnya sang pembuat senyum yang menghilang seharian kemarin kembali muncul menyapanya.
 “Kamu kemana aja sih seharian kemarin? Gak ada kabarnya :( “
Sorry ya nona cantik. Kemaren ada kerjaan di daerah yang sulit sinyal. Lagian berangkatnya pagi banget, jadi gak sempat ngabarin kamu! Kamu khawatir ya?”
“Idih, nyebelin tau nda sih! Arrghh
“Hehe.. maaf *cubit pipi* udah-udah. Gak bakal terulang lagi”

“Janji?”
“Iya manisku. Off sekarang ya.. kan kita mau berangkat kerja. Good luck untuk hari ini nona cantik”
“Iya kamu juga ya”
  Sheila menutup laptopnya. Semangatnya semakin bergejolak untuk memulai hari ini.
***
Siang menjelang, Sheila yang harinya kembali cerah tak melupakan sahabatnya.
” Fik, makan yuk?” Ajaknya yang hanya mendapat gelengan kepala Fika.
“Woi… Ayolah,aku sudah lapar.”
Aduh Sheila,kamu duluan deh. Aku masih malas makan.”
 Fika tidak semangat lagi. Bukan karena tidak lapar hanya dia merasa tertikam hatinya. Sheila telah mendapatkan kabar si mister misterius. Tak perlu dari terucap dari bibir Sheila, karena dari raut mukanya pun telah terbaca. Fika menatap layar komputernya dan mengerjapkan mata.
” Aku harus fokus.
Fika lelah,lelah batinnya. Dia harus selalu memasang wajah cerianya. Selalu membohongi Sheilaa dan yang lebih parah dia membohongi dirinya sendiri.
“Kenapa aku masih mencintai dia?” Fika selalu bertanya dalam hati. Sebelum Sheila mulai aksi ributnya Fika berdiri. Menyusul Sheila yang sudah menunggunya di pintu keluar menuju kantin. Fika menyiapkan batin untuk mendengarkan suasana hati Sheila yang sedang berbunga- bunga.
Sheila menghabiskan makanan lahap sambil antusias bercerita pada Fika tentang sang pujaannya. Fika berpura-pura menaruh perhatian seutuhnya dengan menatap lurus ke wajah Sheila sambil sesekali melempar senyuman. Padahal dalam pikirannya ia melanglang buana ke dalam kenangan yang belum pernah bisa di kuburnya.
***
“Maafkan aku Fika. Buatku ini sebuah permainan untuk kesenangan. Buatku kita hanyalah sebuah khayalan yang ku selami untuk sekedar penghilang kejenuhan. Aku tidak pernah berpikir kau menganggap semua ini adalah nyata. Maafkan aku Fika. Ada kehidupan nyata yang menantiku. Kembalilah ke dunia nyata dan berhentilah menantiku yang maya ini
Fika sekejap mematung membaca pesan masuk di facebooknya. Selang beberapa menit kemudian ada butiran hangat menyapu pipinya lalu kemudian butiran itu tumpah ruah menjadi deras sekali.
Perasaannya patah berserakan dan semenjak hari itu pula dia belum bisa memulihkan hatinya kembali dan terus menerus hidup dalam kebohongan bahwa pria pujaannya itu akan kembali. Ia menanti sesuatu yang sudah pasti tak akan datang lagi.
***
Shiela kini selalu tersenyum dan tertawa dimanapun berada. Pujaan hatinya setiap hari memberi kabar dan menjanjikan secepatnya untuk menemuinya.
“Fika…” Bisik Sheila dengan wajah berseri seri.
“Ah,aku seneng banget deh. Jadi bukan hanya kamu yang setiap malam bisa kencan. Ha ha ha, pasti seru ya kalau kamu mengenalkan dia yang tak boleh kamu sebut namanya juga akhirnya muncul.
” Fika menahan napas. Sheila tak pernah menyebut nama sesorang itu.
“Ha ha ha… Kamu saja lah Shel,aku masih belum rela kalau kamu nanti jatuh cinta sama dia.” Sheila mencibir.
 ”Pasti akan kukenalkan ketika dia sudah datang kemari! Pasti!” Sheila menimpali
“Apakah dia akan mengunjungimu La?”
“Rencananya minggu depan. Well, banyak yang harus kupersiapkan sepertinya”
“Itu sudah pasti?”

“Ya iyalah Fika sayang!” Ujar Sheila sambil mencubit lengan temannya itu.
“Udah ah, aku masih banyak kerjaan yang harus dirampungkan .”
  Sheila kemudian berlalu meninggalkan Fika dengan sejuta kecemasan dikepalanya. Fika cemas temannya itu akan mengalami hal seperti yang ia alami.
Fika hanya takut rasa sakit yang dia alami menimpa sahabat baiknya itu. Namun pikiran itu Fika tepiskan karena Si misterius pujaan hati Sheila menjanjikan pertemuan. Menjanjikan sesuatu yang pasti yang tak pernah Fika dapatkan.
Fika langsung terbayang lelaki yang dicintainya. Fika merasa bodoh telah menyianyiakan waktu untuk menunggu dan menunggu Dia mengatakan cinta, menunggu dia datang menjenguk. Fika lelah melangkah. Lelah menunggu namun Ia tak mampu berpaling. Berpaling dari sosok Dia yang begitu menorehkan bekas di hati.
***
Sebuah pesan masuk ke hapenya. Bukan hanya facebok yang menjadi alat komunikasinya dengan si Dia. Pesan singkat yang membuatnya membeku seketika. Ia terdiam dan memandang kosong. Hatinya serasa dihujam batu dengan kerasnya.
“Fika apakah kamu sedang di kotamu? Aku sebentar lagi akan ke sana. Boleh kah kita bertemu sesaat? Semoga secangkir kopi dari kafe kegemaranmu dapat membuat warna bianglala di mataku sempurna”
“Balas, tidak, balas, tidak, balas, tidak!”
Begitulah ujar Fika berulang-ulang sambil memainkan kancing di bajunya. Bagaimana tidak bimbang? Seseorang yang telah lama dinantinya kini datang kembali. Walau ketika berpisah ada kepahitan dalam yang ditinggalkan namun sungguh Fika tak pernah benar-benar membencinya.
Sudah satu jam Fika berjalan mondar-mandir. Sesekali dia menatap hapenya yang di letakan begitu saja di atas laptopnya. Udara malam terasa semakin menusuk dan itu lebih membuat Fika semakin lambat memutuskan.
Namun Fika tak ingin menjadi seorang pengecut. Penantiannya yang membuatnya selalu murung kala sendiri harus segera diakhiri. Sebait balasan telah dikirimkan dan Fika harus melangkah. Ingin menyeret Sheila untuk menemaninya, untuk mencegah kemungkinan buruk yang terjai. Namun akhirnya ia memutuskan pergi sendiri dan tak ingin mengganggu kesibukan sahabatnya.
***
Seorang pria berkacamata telah duduk menempati meja di pojok ruangan. Wajahnya menunduk membaca sebuah buku. Ia yang selama ini hanya Fika amati gerak-geriknya lewat dunia virtual kini beberapa langkah saja bisa disapa dalam alam nyata. Keragu-raguan telah menghinggapi perasaannya lagi. Pria itulah yang selama ini membuatnya jatuh cinta . Pria itulah yang membuatnya menangis dikala malam dan yang membuatnya harus bersandiwara dihadapan sahabat baiknya.
Fika menarik napasnya dalam-dalam lalu kemudian memantapkan hatinya untuk menemui lelaki yang sering sekali dia stalking aktivitas dunia mayanya. Dia memeriksa sekali lagi dandananya pada cermin kecil yang selalu ia bawa lalu merapikan kemeja abu-abu bergarisnya.
Fika tersenyum puas akan penampilannya kali ini. Ia tak terpikir lagi apa yang lelaki itu akan sampaikan, pokoknya ketemu dan ngobrol itu sudah lebih dari cukup. Ketika ia hendak berjalan mendekati meja dipojok ruangan itu, pandangannya menangkap bayangan yang sangat akrab dengannya, Sheila.
“Untuk apa ia ada disini?” Batin Fika.
Fika terpaksa menahan langkahnya lalu mulai mengikuti gerak-gerik Sheila. Temannya tampak begitu sumringah dengan terusan biru muda selutut berjalan anggun sambil menyapukan matanya ke seantero kafe. Ia sangat cantik, cantik sekali.
Sheila tiba-tiba tersenyum lebar sambil melambaikan tangan pada seseorang yang entah dimana. Ia berjalan cepat menghampiri sesosok lelaki yang ada di meja paling pojok diruangan ini. Lelaki berbaju merah yang sedari tadi ingin Fika hampiri.
Fika terpaku dan membeku. Hatinya yang mulai berbunga seketika layu. Tak pernah sekalipun Fika menyangka Dia yang selama ini dicintai sepenuh jiwa adalah si mister misterius Sheila. Fika tidak pernah menyesali perkenalan dengan Dia,tidak pernah menyesali mengapa dia pernah mencintai pria itu begitu dalam. Hanya Fika menyesali segala kebodohannya. Siapa yang harus disalahkan? Siapa? Siapa yang pantas Fika benci? Hanya hatinya kini membeku dan tak tahu akan dibawa kemana hati yang telah mengeras itu. Fika memandang Sheila dan Dia dengan pandangan buram. Sebait pesan telah terkirim.
“Maaf,aku tak bisa menemuimu di alam nyata. Biarlah bianglala itu tetap ada di alam maya. Semoga kamu tidak pernah menyesali kisah kita.”

Tulisan Kolaborasi dengan Aini W.K

0 komentar: