Kamis, 25 April 2013

Seuntai Tawa


Matheo - Daniel- Emili
Sebuah rumah yang dahulu selalu hangat dan terdengar tawa canda kini seolah berubah menjadi rumah yang dingin dan membeku. Hanya ada warna abu-abu . Jangankan tawa,senyumpun seolah ikut terbang hilang ditelan bumi. Kini hanya di huni kakak beradik yang memilih melupakan kesedihan dengan caranya sendir-sendiri.
Daniel memandang kakaknya yang sedang mondar mandir dengan wajah keruh. Tak ingin mengusik kakaknya yang sedang bermurka durja. Namun Daniel tak bisa berdiam diri juga.
"Semua salahmu bro. Jangan terlalu keras lah."
 Ucap Daniel dengan wajah yang datar. Matheo hanya bisa menghela napas.
"Bukan salahku. Adik kita saja yang tidak bisa di kasih tau. Semakin hari tingkahnya semakin gak jelas,ngeluyur terus. Dia itu cewek bro, ga bagus juga kalau tiap malam pulangnya ga ketahuan jamnya. Mabok  saja kerjaannya.”

" Tapi kasihan adik kita bro. mungkin dia Cuma mau seneng-seneng saja. Jangan terlalu mengekangnya. " Daniel masih berusaha membela adiknya. Adik semata wayang mereka.

Daniel selalu menjadi penengah antara kakak dan adiknya. Dua-duanya sungguh keras kepala. Andai orang tua mereka masih hidup tak mungkin dia sepusing ini.
Merindukan bertiga di ruang tamu saling berebut bantal , berebut buku dan berebut paha ayam yang Emili suka.
Tapi bayangan yang membuat mereka dulu saling mengejek kini menghilang. Matheo menjadi sosok kakak yang protektif dan keras. Emili menjadi adik pembangkang yang susah diatur . Dan dia,dia menjadi penengah yang tak pernah bisa memilih antara kakak atau adiknya. Kakak dan adiknya yang dulu selalu bersatu mengusilinya kini seperti dua kubu mahnet yang saling menolak. Setiap bertemu hanya ada adu mulut yang berakhir dengan bentakan dan tangisan Emili.

Memang dari dulu Daniel termasuk sosok pendiam dan acuh . Tak pernah seheboh adiknya ataupun seusil kakaknya. Bahkan dia sering dijadikah bahan usilan mereka berdua dan akhirnya hanya bisa menahan jengkel dan mengadukan ulahnya kepada sang mama. Yang hanya memberikan senyum dan kecupan dipipi. Daniel merasa tidak mampu membalas keusilan kakak dan adiknya. Namun sekarang Daniel ingin masa itu kembali lagi.

Daniel memandang kakaknya yang sudah sibuk didepan komputernya. Daniel selalu kagum dengan ketegasan kakaknya. Di usia yang terbilang masih muda dia harus memikul beban yang sungguh berat. Daniel tidak pernah bisa membantah kakaknya yang berubah bersifat keras. Daniel pun tak pernah berniat membantah kakaknya. Kakaknya yang terpaksa memasang topeng wajahnya untuk menutupi perasaannya yang sebenarnya. Namun Emeli , Emili lain. Sifat mereka sungguh mirip. Emili terlalu dimanja sama mama papa. Segala permintaannya selalu didapatkan dengan mudah. Apapun yang di mau tak perlu bersusah payah apalagi memeras keringat.  Bukan hanya Emili , mereka bertiga selalu dimanja oleh kedua orang tuanya. Namun kini kak Matheo yang harus menggantikan posisi orang tuanya. Kehilangan kedua orang tua dalam waktu yang bersamaan membuat mereka berubah.

Daniel membiarkan pikirannya melayang. Mereka bertiga dulu adalah anak manja yang hanya bisa berfoya foya menghabiskan uang orang tua mereka. Terutama dia dan kakaknya. Mereka  berdua  karuniai fisik yang sempurna hingga membuat para pria berdecak iri dan beberapa wanita tak segan terngaga ataupun melotot menatapnya .
Mereka bukanlah anak yang tidak berbakti,hanya kekayaan yang melimpah membuat mereka sedikit tak menghiraukan segala aturan yang ada. Namun orang tua mereka selalu mengajarkan berbagi.
“ Engga selamanya papa itu ada dan menjaga kalian,jadi kalian harus mandiri dan hidup saling membantu.” Pesan papanya yang membuat mereka bertiga nyengir karena keseriusan kata kata papanya.
Dengan sabar papa dan mamanya mendidik anak anak sebelum terlanjur menjadi seperti anak relasinya. Jangankan menghargai orang tua,mereka selalu membuat susah hidup orang tua mereka. Papanya tetap bersyukur karena anak anaknya saling menyayangi dan menghargai sesama.
Karena didikan papanya. Mereka bertiga tak pernah lupa pada sesama.Bahkan kakaknya menjadi orang tua angkat bagi anak anak yang tidak mampu.
 Kini kakaknya menjadi donatur tetap di sebuah yayasan yang megurusi anak anak leukumia. Daniel sering kagum dengan kakaknya itu. Di sela sela kesibukan kakaknya selalu meluangkan waktu untuk menjenguk dan mengajak adik adik yang kurang beruntung itu bermain. Menemani dan bahkan sang kakak itu tak segan meneteskan air mata saat salah satu adik kecil dipanggil sang Pencipta. Dibalik topeng kakaknya Daniel melihat hati tulus dan jiwa suci.
Daniel ingat cerita kakaknya tentang seorang anak yang terjebak dalam kamar mandi. Dengan wajah yang sulit ditebak Matheo menceritakan kronologis kejadiannya. Membuat semakin kagum dengan kepribadian kakaknya.

Daniel berlalu menuju dapur dan membuat semangkok indomie kesukaannya. Menunggu adiknya membuat cacing cacing diperutnya bernyanyi .
 "Bro,mau ga?" Yang hanya mendapatkan gelengan kepala dari kakaknya.

***
Matheo memandang jam tangannya,waktu telah menunjukkan angka satu dini hari. Belum ada tanda tanda kepulangan adiknya. Matheo menghela napas dan berulangkali menghubungi telepon sang adik. Jangankan dijawab,telponnya sendiri sudah tidak aktip. Berulang kali ia mengirim pesan melalui blackberry dan tak satupun terbaca . kemarahannya sudah diatas ubun ubun. Setengah hari ia melihat seorang anak yang meregang nyawa . Siangnya pun seolah olah seperti di Neraka. Badannya lelah,meeting dengan sang paman yang dengan sengaja memojokkan didepan para relasi membuat Matheo harus menahan segala emosinya dan harus memasang wajah yang tersenyum,seolah tak terusik dengan kelakuan sang paman. Matheo berdiri membelakangi meja dan membiarkan waktu berjalan .

Matheo menggelang. Heran melihat Daniel itu selalu mengonsumsi makanan cepat saji. Percuma melarang adiknya itu , karena hanya akan mendapatkan cibiran.
Kedua adiknya kadang membuatnya ingin menjerit frustasi. Matheo  selalu bersabar dan berusaha memahami adik-adiknya. Tapi sebagai pewaris kerajaan Fungjie yang kekayaannya mengalahkan kekayaan keluarga Tanoe itu ia harus menjadi tegas. Banyak yang memanfaatkan kebaikan orang tuanya untuk kepentingan yang tidak baik. Jadi tak ingin mengulang kejadian lalu dia harus berubah.
Sekarang  ia harus melawan pamannya yang haus kekuasan. Menampakkan ekspresi serius dan kejam menjadi pilihan Matheo sekarang. Hilang sifat usilnya dulu,hilang tersembunyi diruang yang telah terkunci. Tak mungkin ia menjadi pria yang lemah. Semua usaha papa nya akan berantakan kalau sampai sebagian besar saham jatuh ke tangan  pamannya.
“ Kalian itu harusnya tahu,aku lebih berhak dari pada kalian anak-anak manja. Lihat berapa lama kalian akan bertahan?” terngiang kata- kata pedas pamannya. Pamannya terang teranggan mengancam.
Matheo menceritakan kejadiannya kepada Daniel agar membantu memikirkan cara terbaik untuk bertahan. Namun selalu menjadi jalan buntu bagi Matheo. Karena Daniel tetaplah Daniel yang dengan tegas menolak.
“ Bro, aku malas harus berhubungan dengan mereka.” Selalu itu yang Daniel ungkapkan.
Matheo tak bisa mengandalkan adiknya yang labil dan masih senang dengan kehidupan bebasnya. Kehidupan bebas yang tak terikat dengan peraturan perusahaan. Meraka dulu sering berpetualang bersama dan tak pernah memikirkan masa depan. Daniel tak ingin terlibat dalam urusan kantor. Bahkan membantu pun tak pernah suka. Adiknya itu lebih memilih menekuni bisnisnya sendiri.
Belum lagi adik perempuannya yang selalu membuat jantungnya ingin meloncat. Selain keras kepala Emili selalu membuatnya naik darah.
Emili tanpa memberi kabar dan berita membuat Matheo kalang kabut. Uring uringan yang membuat Daniel mendesah. Matheo  ingin menjitak kepala adiknya itu sampai tersadar dan kembali menjadi seperti adiknya yang dulu,manja banyak tingkah namun selalu tertawa bahagia. 
 Emili yang semakin hari semakin membangkang dan melawannya. Matheo sadar , adiknya itu butuh kasih sayang dan ia sebagai kakak tertua belum bisa memenuhi, ia malah sibuk mempertahankan perusahaan. Namun ia juga tak tahan kalau Emili selalu seperti itu. Matheo hanya takut adiknya terjerumus kehidupan malam yang dulu sering ia tekuni.
 Namu mengandalkan Daniel untuk menjaga Emili pun sungguh sulit. Emili tidak akan pernah mendengar nasehat Daniel,karena Daniel yang akan kalah beradu mulut dengan Emili. Matheo memandang jam dan melihat Daniel mengunyah indomie tanpa rasa khawatir sedikitpun.
Bib bib blackberrynya menyala menandakan ada pesan masuk. Matheo membuka dan wajahnya tak sadar tersenyum.
“ Sudah tidur?”
“ Belum ,nunggu Emili pulang. Kok kamu belum tidur juga?”
“ Disini kan masih siang. Jangan sok lupa dong ^^ .”
“ Ha ha ha .. aku berenan lupa. Kamu betah kan disana?” Matheo masih melanjutkan obrolan dengan kekasihnya hingga suara pintu membuka. Buru-buru diakhiri obrolannya. Dan mendapatkan pesan untuk sabar menghadapi adiknya.


"Dari mana kamu dek?" Tanya Matheo dengan wajah datar saat melihat Emili masuk kedalam rumah dengan wajah kusut. Melihat wajah adiknya yang ketakutan membuat Matheo mendesah,kemarahannya pun luruh. Namun sebelum kemarahan reda,Emili dengan lancangnya memasang wajah cuek dan acuhnya. Bahkan memperlihatkan wajah capek dan dingin dihadapan kakaknya

"Jalan-jalan lah. Emang kak Theo, kerja terus. Lupa sama keluarga."

"Kamu dari mana! Lihat jam berapa sekarang?! " Bentaknya. Matheo  melihat Emili yang masih setengah teler. Adiknya itu rupanya habis mabuk mabukan lagi.

"Bandung , eh… dari mana ya aku tadi? Huek..Sudah deh,kak Theo kerja saja terus. Emili kan ga pernah ganggu kakak,jadi jangan ganggu Emili dong ! Lagian emangnya Emili lebih penting dari kerjaan kak Theo?"  suara Emili sudah mulai meracau.
“ Bandung? Jangan bohong kamu ! kamu habis minum dimana? “
“ Siapa yang minum ? aku cuma menikmati surga dunia seperti yang kakak berdua dulu sering lakukan”
Plak ! sebuah tamparan dengan kekuatan penuh telah mendarat dipipi mulus Emili. Bukan hanya Emili yang langsung terdiam dan mematung. Matheo pun membeku. Merasakan perih tangannya tak seberapa dibandingkan dengan pedih hatinya.

Emili melotot ,hilang sudah efek alkoholnya. Matanya melotot dan tangannya tanpa sadar mengusap pipinya yang kini semakin perih.
“ Puas! “ Emili meninggalkan Theo dengan sebuah dentingan pintu.

 “ Emili ! “

Theo terkejut bukan main. Emili membanting pintu di depan hidungnya. Emili memang gadis manja dan selalu mendapatkan keinginannya. Namun baru kali ini Emili bertingkah seperti itu. Sudah berapa kali Theo melihat Emili pulang mabuk dan menangis meraung raung. Bahkan tak terhitung pertengkaran yang melibatkan adu mulut . Tapi baru kali ini Emeli mabuk dan tak bisa mengndalikan diri..


Matheo pergi ke kamarnya. Hatinya sedih membayangkan adiknya menjadi gadis pembangkang. Bukan salah Emili kalau dia berubah. Bukan salah Emili kalau menjadi depresi dan melarikan diri dengan minum minuman keras. Dia terlalu kecil untuk menerima kepergian kedua orang tua mereka. Bahkan Theo pun sering menenggak minuman laknat itu andai tak ingin  kepalanya hancur berkeping keeping karena frustasi

"Bro"
 Matheo hanya tersenyum dan mengusir adiknya keluar. Ia  malas di kuliahi adiknya lagi. Daniel memang bisa menerima sikap Theo yang sekarang. Dan sepertinya hanya Daniel yang waras dan bisa menerima kepergian orang tuanya. Daniel jarang mengeluh dan membantahnya. Namun sering kali mereka beradu mulut kalau Theo dan Emeli berantem .
Theo memutar mp3 kesukaannya. Suara merdu beik ji young membuatnya tenang dan damai. Segala emosinya kini telah reda. Penyesalan telah membentak dan menampar adiknya pun menggelanyut. Tak pernah dalam dirinya menjadi pria kasar seperti itu. Theo memandang foto keluarga mereka dan hatinya bersedih. Hatinya seperti tertikam belati. Emili ke Bandung sendiri tanpa mengajaknya dan Daniel. Seandainya benar adiknya ke Bandung dan pulang mabuk seperti itu Theo merasa gagal menjadi kakak yang baik.
“ Maafkan Matheo ya Allah seandainya selama ini hamba berbuat yang tidak terpuji. Maafkan Theo ma,pa kalau selama ini menjadi anak yang tidak pernah bisa menjadi seperti keinginan kalian. Matheo janji akan menjaga adik ber dua, Matheo janji akan lebih memperhatikan Emili.”
Matheo merasa seperabat umurnya telah ia sia siakan dengan hal yang tak layak.
Bandung?
Bandung adalah  tempat makam kedua orang tua mereka. Theo tak ingin ke Bandung bukan karena sibuk,hanya saja setiap mengunjungi makam orang tuanya ,Emili akan mengunci diri di kamar. Ia tak ingin melihat adiknya selalu mengurung diri dikamar. Theo merindukan sikap Emeli yang penuh tipu muslihat untuk mengerjain siapapun. Daniel selalu menjadi korban keusilannya. Pembantu rumah tanggapun tak pernah luput. Theo sangat mencintai adik perempuannya itu. Apalagi mamanya dulu sempat dengan susah payah untuk menghadirkan Emili.

"Emili,buka pintunya. Kakak pingin bicara."
"Engga mau ! " terdengar teriakan Emili yang membahana.
Theo melotot ke arah Daniel yang kini seperti menghakiminya.
Heran sama pola pikir Daniel,tak pernah sekalipun ribut dengan Emili.
“ Emili kakak minta maaf. Buka pintunya dulu !”  Theo bersender di daun pintu kamar Emili.
"Janji,kakak ga marah deh. Asal Emili ga sering keluar malam terus. Lagian ga asik keluar tanpa kakak berdua. Ga seru menghabiskan satu botol minuman itu sendiri lo" Ucapnya masih sambil mengetuk pintu. Bagaimanapun jika ingin mabuk mabukan sekalian ia yang menemani.
"Emili ga minum sendiri , Emili banyak teman yang lebih peduli !" Teriaknya tetap dengan suara menggelegar.
"Kak Theo selalu sibuk kerja . kak Daniel sibuk dengan urusannya sendiri. Emili cuma butuh teman, tapi kalian berdua seolah olah anggap Emili anak kecil yang cuma bisa main boneka Barbie .” Hati Matheo seperti ditikam sebilah pisau mendengar suara Emili yang serat duka.
 “ Urusi tuh kerjaan,ga usah ngurusi Emili.”

Melihat Daniel sibuk di dapur menyiapkan sarapan  tanpa ditungguin Emili membuat Matheo menyadari. Adiknya masih marah.beradu mulut memang sering mereka lakukan,namun sebuah tamparan pasti melukai hati adiknya. Ia tak bisa begitu saja menyalahkan Emeli karena ia pun ikut andil. Matheo melangkah menuju kamarnya Emili .

Matheo tersenyum,berapa kali adegan ini dulu dia lakukan kalau Emeli mengambek. Dia akan berdiri dipintu , merayu sampai Emili keluar kamar . Hatinya hangat mengingat saat menggoda adiknya yang manja dan keras kepala. Meskipun ngambek kalau di sodori makanan dia akan melupakan kemarahannya.
Matheo mengetuk pintu beberapa kali.  Badannya ia senderkan .
“ Emili… kak Daniel buat pancake kesukaanmu lo, kalau engga cepet keluar entar ka Theo habisin loh.”
Kerinduan akan suasana yang dulu selalu membuat mereka berlari dan saling berebut  membuat Theo melamun dan terhuyung ,terjelembab saat pintu tiba tiba terbuka.

"Ha ha ha ... Kak Theo ngapain." Emili tak bisa menahan tawa.  Bahkan Daniel pun ikut ikutan berlari mendengar suara gedebuk dan suara tawa yang membahana ..

Semua kemarahan menguap dengan sebuah tawa. Theo berdiri dan memeluk adiknya erat. "Maafin kak Theo ,jangan marah lagi. Dan jangan bikin kakak khawatir lagi." Matheo mengelus pipi adiknya,bekas tamparannya memang tak terlihat lagi. Namun bayang-bayang tangan yang melayang selalu lekat dipelupuk matanya.
“ Kita harus kuat,mama papa sedih kalau kita berantem. Ga mau kan mama papa sedih?”
Theo merasakan anggukan kepala Emili.  Sudah tak ada tangis dan sikap pembangkang. Seperti mendapatkan adiknya kembali yang dulu. Ia pun melambai ke arah Daniel yang menyaksikan adegan itu dengan senyum bahagia.
Daneil tersenyum dan melangkah menjauh. Sepertinya pelangi dalam rumah kini akan berwarna lagi. 


4 komentar:

Anonim mengatakan...

Salam jo par "matheo

aini mengatakan...

Oke nanti kita ksh slm nn pa matheo... si tampan nan rupawan itu

Emmilia Hapsari mengatakan...

ya ampun cicik. muahahaha. ah aku jd malu cik :p sumpah tp ini lucu bgt jd ngebayangin sendiri!

aini mengatakan...

Nah looooo...siapa yg minta di bikin seperti itu? Hahahhahahh