Matheo - Daniel- Emili
Sebuah rumah yang dahulu
selalu hangat dan terdengar tawa canda kini seolah berubah menjadi rumah yang
dingin dan membeku. Hanya ada warna abu-abu . Jangankan tawa,senyumpun seolah
ikut terbang hilang ditelan bumi. Kini hanya di huni kakak beradik yang memilih
melupakan kesedihan dengan caranya sendir-sendiri.
Daniel memandang kakaknya
yang sedang mondar mandir dengan wajah keruh. Tak ingin mengusik kakaknya yang
sedang bermurka durja. Namun Daniel tak bisa berdiam diri juga.
"Semua salahmu bro.
Jangan terlalu keras lah."
Ucap Daniel dengan wajah yang datar.
Matheo hanya bisa menghela napas.
"Bukan salahku. Adik
kita saja yang tidak bisa di kasih tau. Semakin hari tingkahnya semakin gak
jelas,ngeluyur terus. Dia itu cewek bro, ga bagus juga kalau tiap malam
pulangnya ga ketahuan jamnya. Mabok saja
kerjaannya.”
" Tapi kasihan adik kita bro. mungkin dia
Cuma mau seneng-seneng saja. Jangan terlalu mengekangnya. " Daniel masih
berusaha membela adiknya. Adik semata wayang mereka.
Daniel selalu menjadi penengah antara kakak dan
adiknya. Dua-duanya sungguh keras kepala. Andai orang tua mereka masih hidup
tak mungkin dia sepusing ini.
Merindukan bertiga di ruang
tamu saling berebut bantal , berebut buku dan berebut paha ayam yang Emili
suka.
Tapi bayangan yang membuat mereka dulu saling
mengejek kini menghilang. Matheo menjadi sosok kakak yang protektif dan keras.
Emili menjadi adik pembangkang yang susah diatur . Dan dia,dia menjadi penengah
yang tak pernah bisa memilih antara kakak atau adiknya. Kakak dan adiknya yang
dulu selalu bersatu mengusilinya kini seperti dua kubu mahnet yang saling
menolak. Setiap bertemu hanya ada adu mulut yang berakhir dengan bentakan dan
tangisan Emili.
Memang dari dulu Daniel termasuk sosok pendiam
dan acuh . Tak pernah seheboh adiknya ataupun seusil kakaknya. Bahkan dia
sering dijadikah bahan usilan mereka berdua dan akhirnya hanya bisa menahan
jengkel dan mengadukan ulahnya kepada sang mama. Yang hanya memberikan senyum
dan kecupan dipipi. Daniel merasa tidak mampu membalas keusilan kakak dan
adiknya. Namun sekarang Daniel ingin masa itu kembali lagi.
Daniel memandang kakaknya yang sudah sibuk
didepan komputernya. Daniel selalu kagum dengan ketegasan kakaknya. Di usia
yang terbilang masih muda dia harus memikul beban yang sungguh berat. Daniel
tidak pernah bisa membantah kakaknya yang berubah bersifat keras. Daniel pun
tak pernah berniat membantah kakaknya. Kakaknya yang terpaksa memasang topeng
wajahnya untuk menutupi perasaannya yang sebenarnya. Namun Emeli , Emili lain.
Sifat mereka sungguh mirip. Emili terlalu dimanja sama mama papa. Segala
permintaannya selalu didapatkan dengan mudah. Apapun yang di mau tak perlu
bersusah payah apalagi memeras keringat. Bukan hanya Emili , mereka
bertiga selalu dimanja oleh kedua orang tuanya. Namun kini kak Matheo yang
harus menggantikan posisi orang tuanya. Kehilangan kedua orang tua dalam waktu
yang bersamaan membuat mereka berubah.
Daniel membiarkan pikirannya melayang. Mereka
bertiga dulu adalah anak manja yang hanya bisa berfoya foya menghabiskan uang
orang tua mereka. Terutama dia dan kakaknya. Mereka berdua
karuniai fisik yang sempurna hingga membuat para pria berdecak iri dan
beberapa wanita tak segan terngaga ataupun melotot menatapnya .
Mereka bukanlah anak yang
tidak berbakti,hanya kekayaan yang melimpah membuat mereka sedikit tak
menghiraukan segala aturan yang ada. Namun orang tua mereka selalu mengajarkan
berbagi.
“ Engga selamanya papa itu
ada dan menjaga kalian,jadi kalian harus mandiri dan hidup saling membantu.”
Pesan papanya yang membuat mereka bertiga nyengir karena keseriusan kata kata
papanya.
Dengan sabar papa dan
mamanya mendidik anak anak sebelum terlanjur menjadi seperti anak relasinya.
Jangankan menghargai orang tua,mereka selalu membuat susah hidup orang tua
mereka. Papanya tetap bersyukur karena anak anaknya saling menyayangi dan
menghargai sesama.
Karena didikan papanya.
Mereka bertiga tak pernah lupa pada sesama.Bahkan kakaknya menjadi orang tua
angkat bagi anak anak yang tidak mampu.
Kini kakaknya menjadi donatur tetap di sebuah
yayasan yang megurusi anak anak leukumia. Daniel sering kagum dengan kakaknya
itu. Di sela sela kesibukan kakaknya selalu meluangkan waktu untuk menjenguk
dan mengajak adik adik yang kurang beruntung itu bermain. Menemani dan bahkan
sang kakak itu tak segan meneteskan air mata saat salah satu adik kecil
dipanggil sang Pencipta. Dibalik topeng kakaknya Daniel melihat hati tulus dan jiwa
suci.
Daniel ingat cerita
kakaknya tentang seorang anak yang terjebak dalam kamar mandi. Dengan wajah
yang sulit ditebak Matheo menceritakan kronologis kejadiannya. Membuat semakin
kagum dengan kepribadian kakaknya.
Daniel berlalu menuju dapur dan membuat
semangkok indomie kesukaannya. Menunggu adiknya membuat cacing cacing
diperutnya bernyanyi .
"Bro,mau ga?" Yang hanya mendapatkan
gelengan kepala dari kakaknya.
***
Matheo memandang jam tangannya,waktu telah menunjukkan angka
satu dini hari. Belum ada tanda tanda kepulangan adiknya. Matheo menghela napas
dan berulangkali menghubungi telepon sang adik. Jangankan dijawab,telponnya
sendiri sudah tidak aktip. Berulang kali ia mengirim pesan melalui blackberry
dan tak satupun terbaca . kemarahannya sudah diatas ubun ubun. Setengah hari ia
melihat seorang anak yang meregang nyawa . Siangnya pun seolah olah seperti di
Neraka. Badannya lelah,meeting dengan sang paman yang dengan sengaja memojokkan
didepan para relasi membuat Matheo harus menahan segala emosinya dan harus memasang
wajah yang tersenyum,seolah tak terusik dengan kelakuan sang paman. Matheo
berdiri membelakangi meja dan membiarkan waktu berjalan .
Matheo menggelang. Heran melihat Daniel itu
selalu mengonsumsi makanan cepat saji. Percuma melarang adiknya itu , karena
hanya akan mendapatkan cibiran.
Kedua adiknya kadang membuatnya ingin menjerit
frustasi. Matheo selalu bersabar dan
berusaha memahami adik-adiknya. Tapi sebagai pewaris kerajaan Fungjie yang
kekayaannya mengalahkan kekayaan keluarga Tanoe itu ia harus menjadi tegas.
Banyak yang memanfaatkan kebaikan orang tuanya untuk kepentingan yang tidak baik.
Jadi tak ingin mengulang kejadian lalu dia harus berubah.
Sekarang ia harus melawan pamannya yang haus kekuasan.
Menampakkan ekspresi serius dan kejam menjadi pilihan Matheo sekarang. Hilang
sifat usilnya dulu,hilang tersembunyi diruang yang telah terkunci. Tak mungkin ia
menjadi pria yang lemah. Semua usaha papa nya akan berantakan kalau sampai
sebagian besar saham jatuh ke tangan pamannya.
“ Kalian itu harusnya
tahu,aku lebih berhak dari pada kalian anak-anak manja. Lihat berapa lama
kalian akan bertahan?” terngiang kata- kata pedas pamannya. Pamannya terang
teranggan mengancam.
Matheo menceritakan
kejadiannya kepada Daniel agar membantu memikirkan cara terbaik untuk bertahan.
Namun selalu menjadi jalan buntu bagi Matheo. Karena Daniel tetaplah Daniel yang
dengan tegas menolak.
“ Bro, aku malas harus
berhubungan dengan mereka.” Selalu itu yang Daniel ungkapkan.
Matheo tak bisa
mengandalkan adiknya yang labil dan masih senang dengan kehidupan bebasnya. Kehidupan
bebas yang tak terikat dengan peraturan perusahaan. Meraka dulu sering
berpetualang bersama dan tak pernah memikirkan masa depan. Daniel tak ingin
terlibat dalam urusan kantor. Bahkan membantu pun tak pernah suka. Adiknya itu
lebih memilih menekuni bisnisnya sendiri.
Belum lagi adik
perempuannya yang selalu membuat jantungnya ingin meloncat. Selain keras kepala
Emili selalu membuatnya naik darah.
Emili tanpa memberi kabar
dan berita membuat Matheo kalang kabut. Uring uringan yang membuat Daniel mendesah.
Matheo ingin menjitak kepala adiknya itu
sampai tersadar dan kembali menjadi seperti adiknya yang dulu,manja banyak
tingkah namun selalu tertawa bahagia.
Emili yang semakin hari semakin membangkang
dan melawannya. Matheo sadar , adiknya itu butuh kasih sayang dan ia sebagai
kakak tertua belum bisa memenuhi, ia malah sibuk mempertahankan perusahaan.
Namun ia juga tak tahan kalau Emili selalu seperti itu. Matheo hanya takut
adiknya terjerumus kehidupan malam yang dulu sering ia tekuni.
Namu mengandalkan Daniel untuk menjaga Emili
pun sungguh sulit. Emili tidak akan pernah mendengar nasehat Daniel,karena
Daniel yang akan kalah beradu mulut dengan Emili. Matheo memandang jam dan
melihat Daniel mengunyah indomie tanpa rasa khawatir sedikitpun.
Bib bib blackberrynya
menyala menandakan ada pesan masuk. Matheo membuka dan wajahnya tak sadar
tersenyum.
“ Sudah tidur?”
“ Belum ,nunggu Emili
pulang. Kok kamu belum tidur juga?”
“ Disini kan masih siang.
Jangan sok lupa dong ^^ .”
“ Ha ha ha .. aku berenan
lupa. Kamu betah kan disana?” Matheo masih melanjutkan obrolan dengan
kekasihnya hingga suara pintu membuka. Buru-buru diakhiri obrolannya. Dan
mendapatkan pesan untuk sabar menghadapi adiknya.
"Dari mana kamu dek?" Tanya Matheo
dengan wajah datar saat melihat Emili masuk kedalam rumah dengan wajah kusut.
Melihat wajah adiknya yang ketakutan membuat Matheo mendesah,kemarahannya pun
luruh. Namun sebelum kemarahan reda,Emili dengan lancangnya memasang wajah cuek
dan acuhnya. Bahkan memperlihatkan wajah capek dan dingin dihadapan kakaknya
"Jalan-jalan lah. Emang kak Theo, kerja
terus. Lupa sama keluarga."
"Kamu dari mana! Lihat jam berapa
sekarang?! " Bentaknya. Matheo melihat Emili yang masih setengah teler.
Adiknya itu rupanya habis mabuk mabukan lagi.
"Bandung , eh… dari mana ya aku tadi? Huek..Sudah
deh,kak Theo kerja saja terus. Emili kan ga pernah ganggu kakak,jadi jangan
ganggu Emili dong ! Lagian emangnya Emili lebih penting dari kerjaan kak
Theo?" suara Emili sudah mulai
meracau.
“ Bandung? Jangan bohong
kamu ! kamu habis minum dimana? “
“ Siapa yang minum ? aku
cuma menikmati surga dunia seperti yang kakak berdua dulu sering lakukan”
Plak ! sebuah tamparan
dengan kekuatan penuh telah mendarat dipipi mulus Emili. Bukan hanya Emili yang
langsung terdiam dan mematung. Matheo pun membeku. Merasakan perih tangannya
tak seberapa dibandingkan dengan pedih hatinya.
Emili melotot ,hilang
sudah efek alkoholnya. Matanya melotot dan tangannya tanpa sadar mengusap
pipinya yang kini semakin perih.
“ Puas! “ Emili
meninggalkan Theo dengan sebuah dentingan pintu.
“ Emili ! “
Theo terkejut bukan main. Emili membanting pintu
di depan hidungnya. Emili memang gadis manja dan selalu mendapatkan
keinginannya. Namun baru kali ini Emili bertingkah seperti itu. Sudah berapa
kali Theo melihat Emili pulang mabuk dan menangis meraung raung. Bahkan tak
terhitung pertengkaran yang melibatkan adu mulut . Tapi baru kali ini Emeli
mabuk dan tak bisa mengndalikan diri..
Matheo pergi ke kamarnya. Hatinya sedih
membayangkan adiknya menjadi gadis pembangkang. Bukan salah Emili kalau dia
berubah. Bukan salah Emili kalau menjadi depresi dan melarikan diri dengan
minum minuman keras. Dia terlalu kecil untuk menerima kepergian kedua orang tua
mereka. Bahkan Theo pun sering menenggak minuman laknat itu andai tak ingin kepalanya hancur berkeping keeping karena
frustasi
"Bro"
Matheo hanya tersenyum dan mengusir adiknya
keluar. Ia malas di kuliahi adiknya
lagi. Daniel memang bisa menerima sikap Theo yang sekarang. Dan sepertinya
hanya Daniel yang waras dan bisa menerima kepergian orang tuanya. Daniel jarang
mengeluh dan membantahnya. Namun sering kali mereka beradu mulut kalau Theo dan
Emeli berantem .
Theo memutar mp3 kesukaannya. Suara merdu beik
ji young membuatnya tenang dan damai. Segala emosinya kini telah reda.
Penyesalan telah membentak dan menampar adiknya pun menggelanyut. Tak pernah
dalam dirinya menjadi pria kasar seperti itu. Theo memandang foto keluarga
mereka dan hatinya bersedih. Hatinya seperti tertikam belati. Emili ke Bandung
sendiri tanpa mengajaknya dan Daniel. Seandainya benar adiknya ke Bandung dan
pulang mabuk seperti itu Theo merasa gagal menjadi kakak yang baik.
“ Maafkan Matheo ya Allah
seandainya selama ini hamba berbuat yang tidak terpuji. Maafkan Theo ma,pa
kalau selama ini menjadi anak yang tidak pernah bisa menjadi seperti keinginan
kalian. Matheo janji akan menjaga adik ber dua, Matheo janji akan lebih
memperhatikan Emili.”
Matheo merasa seperabat
umurnya telah ia sia siakan dengan hal yang tak layak.
Bandung?
Bandung adalah tempat makam kedua orang tua mereka. Theo tak
ingin ke Bandung bukan karena sibuk,hanya saja setiap mengunjungi makam orang tuanya
,Emili akan mengunci diri di kamar. Ia tak ingin melihat adiknya selalu
mengurung diri dikamar. Theo merindukan sikap Emeli yang penuh tipu muslihat
untuk mengerjain siapapun. Daniel selalu menjadi korban keusilannya. Pembantu
rumah tanggapun tak pernah luput. Theo sangat mencintai adik perempuannya itu.
Apalagi mamanya dulu sempat dengan susah payah untuk menghadirkan Emili.
"Emili,buka pintunya. Kakak pingin
bicara."
"Engga mau ! "
terdengar teriakan Emili yang membahana.
Theo melotot ke arah
Daniel yang kini seperti menghakiminya.
Heran sama pola pikir Daniel,tak pernah
sekalipun ribut dengan Emili.
“ Emili kakak minta maaf.
Buka pintunya dulu !” Theo bersender di
daun pintu kamar Emili.
"Janji,kakak ga marah
deh. Asal Emili ga sering keluar malam terus. Lagian ga asik keluar tanpa kakak
berdua. Ga seru menghabiskan satu botol minuman itu sendiri lo" Ucapnya
masih sambil mengetuk pintu. Bagaimanapun jika ingin mabuk mabukan sekalian ia
yang menemani.
"Emili ga minum sendiri , Emili banyak
teman yang lebih peduli !" Teriaknya tetap dengan suara menggelegar.
"Kak Theo selalu
sibuk kerja . kak Daniel sibuk dengan urusannya sendiri. Emili cuma butuh
teman, tapi kalian berdua seolah olah anggap Emili anak kecil yang cuma bisa
main boneka Barbie .” Hati Matheo seperti ditikam sebilah pisau mendengar suara
Emili yang serat duka.
“ Urusi tuh kerjaan,ga usah ngurusi Emili.”
Melihat Daniel sibuk di dapur menyiapkan
sarapan tanpa ditungguin Emili membuat
Matheo menyadari. Adiknya masih marah.beradu mulut memang sering mereka
lakukan,namun sebuah tamparan pasti melukai hati adiknya. Ia tak bisa begitu
saja menyalahkan Emeli karena ia pun ikut andil. Matheo melangkah menuju
kamarnya Emili .
Matheo tersenyum,berapa kali adegan ini dulu dia
lakukan kalau Emeli mengambek. Dia akan berdiri dipintu , merayu sampai Emili
keluar kamar . Hatinya hangat mengingat saat menggoda adiknya yang manja dan
keras kepala. Meskipun ngambek kalau di sodori makanan dia akan melupakan
kemarahannya.
Matheo mengetuk pintu
beberapa kali. Badannya ia senderkan .
“ Emili… kak Daniel buat
pancake kesukaanmu lo, kalau engga cepet keluar entar ka Theo habisin loh.”
Kerinduan akan suasana yang
dulu selalu membuat mereka berlari dan saling berebut membuat Theo melamun dan terhuyung ,terjelembab saat pintu tiba tiba terbuka.
"Ha ha ha ... Kak Theo ngapain." Emili
tak bisa menahan tawa. Bahkan Daniel pun
ikut ikutan berlari mendengar suara gedebuk dan suara tawa yang membahana ..
Semua kemarahan menguap dengan sebuah tawa. Theo
berdiri dan memeluk adiknya erat. "Maafin kak Theo ,jangan marah lagi. Dan
jangan bikin kakak khawatir lagi." Matheo mengelus pipi adiknya,bekas
tamparannya memang tak terlihat lagi. Namun bayang-bayang tangan yang melayang
selalu lekat dipelupuk matanya.
“ Kita harus kuat,mama
papa sedih kalau kita berantem. Ga mau kan mama papa sedih?”
Theo merasakan anggukan kepala Emili. Sudah tak ada tangis dan sikap pembangkang.
Seperti mendapatkan adiknya kembali yang dulu. Ia pun melambai ke arah Daniel
yang menyaksikan adegan itu dengan senyum bahagia.
Daneil tersenyum dan
melangkah menjauh. Sepertinya pelangi dalam rumah kini akan berwarna lagi.