Selasa, 12 Maret 2013

Kenanganmu


“Kenapa kamu sayang aku?”
“Kamu kenapa sayang aku?”
Pertanyaan itu, aku mengingatnya selalu. Ketika aku dengan segala perasaan sayangku mencemburuimu dan ketika kecemburuanku sedikit meragukanmu. Padahal jelas-jelas aku tahu, kau tak pernah sedikitpun ingin menyakitiku. Memang aku saja yang mungkin terlalu takut kau membagi perhatian kepada hati yang lain. Kau terlalu baik padaku. Menyayangiku tanpa peduli siapa aku. Kau tak pernah mencemburuiku. Kau juga tak pernah sedikitpun meragukanku. Kau bahkan terlalu percaya padaku. Kau menyayangiku tanpa mengeluh. Harusnya aku pun begitu.
Tapi sifatmu itu membuatku sedikit jengkel. Aku takut akan banyak hati yang menyalahkan arti kebaikanmu. Senyummu itu kadang membuat hati bergetar tak menentu. Aku tak ingin berbagi itu semua. Tak ingin. Aku sungguh egois dan keegoisanku membuatmu sedikit menjauh. Tak bisa disalahkan bila kini kau merasa tak nyaman lagi. Kemanjaanku tak sama lagi seperti dulu. Adakalanya kecemburuanku membuatmu hanya mematung.
Aku selalu ingin pergi menjauh darimu. Melupakan segala perasaanku padamu. Bukan karena aku tak menyayangimu lagi tapi karena aku takut kau takut dengan semua rasa sayangku.
Dan pagi ini pun kini tak sama lagi. Aku dan diriku disini bersembunyi bersama sunyinya hati mencoba menjadi waras dalam kenyataan. Hal yang tak biasa aku lakukan pun kini kujejali pada hatiku. Secangkir teh sereh kesukaanmu yang selalu ingin kau sajikan padaku kini menyesap masuk diantara kecap lidahku. Rasa tawar dan pahit seperti menggambarkan perasaanku. Seperti inikah perasaan yang melesat pergi dan berubah? Kau begitu tulus menyayangiku dan aku berlari menghilang darimu.
Aku sengaja meninggalkan kota meninggalkan kenangan bersamamu yang aku tahu pasti tak mungkin dapat kuhilangkan. Kenangan yang pernah kita rajut menjadi kisah cinta yang bahkan Adam dan Hawa pun akan berdetak kagum. Membuat Romie dan Juliet akan menatap iri karena kisah yang kita rajut sungguh indah. Tapi semua itu menguap dan lenyap. Aku berlari dan meninggalkan kepedihan buhan hanya pada hatimu, tapi hatiku pun tak luput. Teh sereh dan sepotong cakwe membuatku mengenang kisah ini kembali.
Kulangkahkan kaki menyusuri jalan setapak. Tak ingin semua bayanganmu membuatku terluka. Aku masih mencintaimu. Itu selalu kau ucapkan dan kau teriakkan ditelingaku. Aku mendengarnya jelas hingga kini. Mengapa rasa ini begitu sulit untuk dilupakan, padahal diantara kita tak pernah benar-benar ada tali pengikat. Kamu dan rasamu, aku dan rasaku. Pun ketika peluk melingkari dan bibir menjejaki garis sabit yang kau beri.
Aku dan kamu pernah saling cinta. Dulu. Walau tanpa ikrar dan kata-kata pengikat. Bahkan tanpa manisnya kalimat-kalimat yang kau ramu dan olah.
Andai kau tahu aku tak sesempurna harapmu. Andai juga kau tahu hanya engkau yang mampu menyempurnakanku. Andai aku bisa diberi satu kali waktu untuk menarik kembali apa yang terjadi akan kulakukan lagi semua mimpi ini denganmu lagi. Namun realita selalu tak mau kalah, dia tak menggunakan rasa, hanya ada logika yang nyata.
Aku dan kamu dipertemukan takdir dan dipisahkan pula oleh takdir. Aku dan kamu bertemu tanpa pernah berpikir, semua semu. Dunia tanpa nama dan rupa hanya ada maya. Tapi aku selalu mempercayai kau nyata. Cinta tumbuh tanpa pernah aku sadari dan tanpa kamu sangka. Aku mencintaimu dengan keegoisanku yang tak lagi bisa kuingkari.
Pertemuan pertama yang kini kukenang lagi. Aku tersenyum saat kau memperkenalkan dirimu. Aku tersenyum malu dan tertunduk meskipun bibirku bergetar dan pipiku bersemu. Ah pertemuan pertama kita di sebuah halte Transjakarta. Aku jatuh cinta dan aku merasa cinta pun tumbuh dihatimu.
Kumainkan penjepit di rambutku yang sebahu. Dengan tergesa-gesa aku dan kamu melangkah. Bedesak-desakan diantara lautan manusia. Aku tidak melihat, tidak juga mendengar. Hanya kau seorang yang berada di hadapku. Aku terhenyak. Ini hanya khayalku semata, tentangmu.
Apa yang kau lakukan kini? Apakah kau masih merinduiku? Apakah kau masih merasakan marah kepada dirimu? Aku baik saja disini, menghukum diri karena kebodohan yang terjadi.
Kau, seperti pelangi yang selalu menghiasi hati. Tahukah kau betapa aku ingin menemuimu kembali? Mendekatkan kembali jarak dan waktu yang kubuat dulu. Ingin sekali lagi menatap mata dan melihat senyummu kembali.
Ah, lagi-lagi aku hanya bisa menyesali segala keegoisanku. Aku menyesali kenapa aku begitu merindukanmu. Aku merindukan dirimu! Teriakku dalam hati . Kau memberikan selamat atas cinta lain yang singgah dihatiku. Bodohnya aku dengan manja mengatakan aku tak sudi cinta itu. Aku mencintaimu. Aku menyayangimu. Aku merindukanmu. Dan masih mengharapkanmu menemaniku. Aku kangen nyata dirimu.
Tulisan Kolaborasi dengan Shafira Meuthia http://meutiashafira.wordpress.com/author/meutiashafira/

0 komentar: